kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belum Agresif, Ekonom Proyeksi BI Baru Kerek Suku Bunga di Semester II-2022


Senin, 20 Juni 2022 / 17:37 WIB
Belum Agresif, Ekonom Proyeksi BI Baru Kerek Suku Bunga di Semester II-2022
ILUSTRASI. Bank Indonesia masih akan mempertahankan kebijakan longgarnya dalam waktu dekat


Reporter: Bidara Pink | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atawa Federal Reserve (The Fed) yang makin agresif, Bank Indonesia (BI) dinilai belum akan melakukan hal yang sama.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan, BI masih akan menahan suku bunga acuan di level 3,5% hingga akhir semester I-2022. Dia memprediksi, BI baru akan menaikkan suku bunga acuan di semester II-2022 mendatang.

“Kami melihat baru di semester II-2022, mungkin di akhir kuartal III-2022. Namun, ini juga harus melihat kondisi perkembangan ke depan, karena BI pasti memiliki rumusan sendiri dalam menentukan arah kebijakannya,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Senin (20/6).

Josua menjabarkan hal-hal yang akan menjadi pertimbangan BI dalam menaikkan suku bunga. Pertama, kondisi nilai tukar rupiah yang secara fundamental masih terjaga. Hal ini terjadi meski rupiah nampak melemah selama beberapa hari terakhir.

Asal tahu saja, nilai tukar rupiah di pasar spot ditutup melemah ke level Rp 14.836 per dolar AS pada Senin (20/6). Ini jadi posisi terburuk rupiah sejak awal Oktober 2020.

Sejalan, rupiah di kurs tengah BI berada di Rp 14.836 per dolar AS atau melemah 0,05% dibandingkan akhir pekan lalu atau Jumat (17/6).

Baca Juga: Kebijakan Pemerintah Menyasar Transaksi dan Penghasilan Orang Tajir

Kedua, inflasi yang masih belum meningkat secara fundamental. Bahkan, pada Mei 2022, inflasi inti tercatat 2,58% yoy atau lebih rendah dibandingkan dengan inflasi inti April 2022 yang sebesar 2,60% yoy.

“BI pernah menyampaikan, sisi suplai masih cukup sehingga faktor fundamental terhadap inflasi masih belum kelihatan. Namun, memang perlu mitigasi dampak rambatan dari kenaikan harga sisi suplai bisa memengaruhi kondisi inflasi inti,” tambah Josua.

Sembari menahan suku bunga acuan, BI sebenarnya juga telah melakukan normalisasi likuiditas di perbankan lewat kenaikan giro wajib minimum (GWM). Plus, BI disarankan tetap menjaga pergerakan rupiah dengan triple intervention, atau intervensi di pasar spot, DNDF, dan obligasi.

Selain itu, BI juga diharapkan melakukan asesmen terhadap inflasi dan mencermati perkembangan inflasi. Karena, bila inflasi secara fundamental meningkat signifikan, ini bisa menjadi salah satu alasan untuk BI kemudian mengerek suku bunga acuan.

Josua pun memperkirakan, pada akhir tahun, BI akan meningkatkan suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin (bps) hingga 75 bps. Hal ini dengan harapan kondisi rupiah tetap terjaga karena neraca transaksi berjalan yang tetap surplus dan kondisi inflasi yang tetap terjaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×