Sumber: TribunNews.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjadi sorotan imbas temuan Bank Dunia atau World Bank bahwa harga beras di Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya.
Ekonom Konstitusi Defiyan Cori meminta, pemerintahan selanjutnya perlu meninjau keberadaan Bapanas.
“Perlu ditinjau kembali kehadiran (eksistensi) Bapanas oleh pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto,” kata dia, Senin, (30/9/2024).
Defiyan mengatakan Bapanas yang didirikan tahun 2021 tidak tampak kinerja yang signifikan dalam urusan ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: Kedaulatan Pangan Nasional
Hal ini, lanjut Defiyan, terlihat dari realisasi impor Januari-April 2024 yang telah mencapai 1,77 juta ton.
“Artinya, tidak ada program crash program yang dapat memungkinkan adanya penurunan impor beras atau bahan pangan sampai bulan Desember 2024,” ungkap Defiyan.
Selain itu, secara kumulatif hingga Mei 2024 menurut data BPS tercatat kenaikan impor komoditas pangan, seperti gandum sebesar 35,31 persen, lalu tepung gandum naik 14,43%, dan gula 0,66%.
Defiyan mengatakan, kehadiran Bapanas menciptakan jalur baru impor pangan di Indonesia sehingga memperpanjang rantai distribusi.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata Proyeksi Deflasi 0,04% Terjadi di September 2024
“Artinya, permasalahan Bapanas tidak hanya soal adanya jalur 'baru' dalam pengelolaan impor pangan, tetapi juga semakin menjauhkan dari penyelesaian masalah (problem solver) pangan serta pertanian dan hasil pertanian rakyat,” pungkas dia.
Penjelasan Bapanas Harga Beras Tinggi
Sementara itu Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani pun membenarkan pernyataan Bank Dunia tersebut.
"Kalau kita perhatikan memang betul harga beras di dalam negeri saat ini tinggi," katanya kepada wartawan di Bali, dikutip Jumat (20/9/2024).
Rachmi berdalih harga beras di Indonesia termahal di ASEAN karena biaya produksi yang sudah tinggi.
"Memang biaya produksinya juga sudah tinggi, sehingga kalau kita runut dari cost structure produksi beras di dalam negeri, kalau kita perhatikan memang tinggi," ujarnya.
Baca Juga: Ini Penyebab Harga Beras Indonesia 20% Lebih Mahal Dibanding Pasar Global
Meski harga di konsumen tinggi, ia memandang ini justru membuat petani bahagia karena bisa mendapatkan keuntungan.
Rachmi menyebut, petani bahagia karena harga gabah mereka dibeli di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
Kemudian, Nilai Tukar Petani (NTP) petani khususnya tanaman pangan saat ini juga disebut sedang bagus.
"Mungkin dalam 10 tahun terakhir saat ini NTP petani untuk tanaman pangan (paling) tinggi," ucap Rachmi.
Menurut Rachmi, itu artinya pemerintah hadir di tengah-tengah antara petani dan konsumen.
"Petani mendapatkan harga bagus, kemudian di konsumen juga masyarakat dapat mengakses beras dengan harga yang terjangkau dengan kualitas yang baik," tutur Rachmi.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste, Bank Dunia, Carolyn Turk membeberkan hasil survei yang menyebut harga beras di Indonesia tertinggi di ASEAN. Sedangkan kesejahteraan petani Indonesia paling jeblok.
"Kami memperkirakan bahwa konsumen Indonesia membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka daripada yang seharusnya mereka bayar di pasar bebas," katanya ketika memberi sambutan di acara Indonesia International Rice Conference 2024 yang berlangsung di Bali International Convention Center, Kamis (19/9/2024).
Baca Juga: Harga Pangan Turun, Deflasi Diperkirakan Masih Terjadi pada September 2024
Di saat harga beras di Indonesia menjadi yang termahal, petani di RI justru mendapatkan pendapatan yang rendah.
Carolyn menyebut, kebanyakan pendapatan petani marjinal seringkali jauh di bawah upah minimum sampai di bawah garis kemiskinan.
"Bercocok tanam padi di Indonesia secara umum menghasilkan keuntungan yang cukup rendah. Hampir 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektare dan dalam kelompok ini dua pertiganya memiliki lahan kurang dari setengah hektare," ujarnya.
Merujuk hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, Carolyn mengatakan pendapatan rata-rata petani kecil di Indonesia kurang dari satu dolar AS sehari atau 341 dolar AS setahun.
Survei tersebut juga menyoroti bahwa pendapatan dari bercocok tanam tanaman pangan, khususnya padi, jauh lebih rendah daripada pendapatan dari tanaman perkebunan atau dari pertanian hortikultura
"Jadi, keuntungan yang diperoleh dari bercocok tanam padi rendah. Di sisi lain, konsumen membayar harga beras yang tinggi," tutur Carolyn.
Baca Juga: Jokowi Buka Suara Soal Harga Beras RI Termahal di Asean dan Pendapatan Petani
Menurut dia, harga beras di Indonesia bisa mahal karena sebagian disebabkan oleh beberapa kebijakan yang mendistorsi harga, sehingga menaikkan harga produksi dan melemahkan daya saing pertanian.
"Distorsi harga juga dapat disebabkan oleh tindakan non-tarif yang melampaui pembatasan kuantitatif impor," jelas Carolyn.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Bank Dunia Sebut Harga Beras RI Termahal di ASEAN, Begini Pendapat Ekonom", Klik untuk baca: https://m.tribunnews.com/bisnis/2024/09/30/bank-dunia-sebut-harga-beras-ri-termahal-di-asean-begini-pendapat-ekonom?page=all
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News