kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Begini kata pekerja dan pengusaha soal wacana revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan


Jumat, 12 April 2019 / 13:37 WIB
Begini kata pekerja dan pengusaha soal wacana revisi PP 78/2015 tentang Pengupahan


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana Presiden Joko Widodo untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan disambut positif.

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, hal yang paling krusial dan selalu menjadi perdebatan setiap tahunnya yakni di Pasal 44 soal formula kenaikan upah minimum.

Pasal tersebut menjelaskan, kenaikan upah minimum itu berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut, menurut Timboel, tidak sesuai dengan UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Padahal di Pasal 89 UU tersebut mengatakan, upah minimum itu ditetapkan Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi/Bupati/Walikota.

"Bahwa dari struktur kita PP tidak boleh bertentangan dengan UU, sehingga formulanya kembalikan saja seperti semula yaitu berdasarkan hasil pembicaraan dewan pengupahan yang nanti diserahkan ke Gubernur dan nanti gubernur yang menetapkan," jelas dia Kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4).

Timboel mengatakan, sebenarnya perusahaan bisa memprediksi dalam anggaran perusahaan. Apalagi pemerintah menginginkan konflik soal upah minimum bisa diturunkan agar ada ketenangan usaha.

"Namun ketika hadir pasal 44 di PP 78 ini membuat hak berunding Serikat Pekerja, Serikat Buruh dan peran dewan pengupahan daerah menjadi hilang," kata Timboel. 
Maka tak heran jika setiap tahun, selalu ada pertentangan dengan kenaikan upah minimum.

Sementara dari Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengambil sikap, sudah saat saatnya pemerintah merevisi PP tersebut. Tapi proses revisinya juga perlu sekalian disinergikan dengan UU No.13/2003.

Menurutnya, UU tersebut sudah tidak cocok dengan keadaan saat ini. Bahkan, Apindo mencatat UU ini sudah digugat di Mahkamah Konstitusi untuk diuji kembali sebanyak 12 kali.

Meski begitu, Shinta menilai terkait formula kenaikan upah saat ini sudah sangat adil bagi para pekerja dan pemberi kerja. "Formulanya itu kan berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah. sebetulnya itu sudah fair sekali ya," katanya, Kamis (11/4).

Dengan begitu, pengusaha berharap formula ini masih bisa dipertahankan oleh pemerintah. "Jadi jika disamaratakan kenaikannya itu tidak bisa," katanya. 

Apalagi, perhitungan di PP 78 itu merupakan hasil bersama, tidak hanya dari pemerintah tapi juga dari pengusaha dan pekerja itu sendiri.

Sekadar tahu saja, wacana revisi PP 78 ini merupakan janji politik Jokowi jika kembali terpilih menjadi Presiden di 2019-2024. Sebab, atas PP ini, ia kerap dicap menjalankan rezim upah murah.

Selain itu, Jokowi juga menjanjikan rumah murah bagi pekerja. Program yang telah dimulai beberapa tahun lalu diungkapkan Jokowi akan diperluas ke depan. "Ini akan terus kita lanjutkan dalam jumlah yang lebih besar lagi," terang Jokowi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×