Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
“Konsensus OECD mengatur pembagian pemajakan secara adil antara produsen (perusahaan digital asing) dengan negara konsumen. Nah kita ikut perkembangan itu. Sementara ini kita siapkan regulasinya untuk pengenaan PPN dan PPh pajak digital,” kata Rofyanto di kantornya, Jumat (7/2).
Rofyanto menambahkan skema pemajakan perusahaan digital asing sepenuhnya disiapkan dalam RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. “Kita membuka peluang, tentunya Indonesia bisa mengenakan pajak penghasilan kepada mereka (perusahaan digital asing),” ujar dia.
Baca Juga: Melalui P3B, tarif branch profit tax Singapura turun menjadi 10%
Berdasarkan draf RUU omnibus law perpajakan yang dimiliki Kontan.co.id pemerintah membuka peluang bagi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) untuk Subjek Pajak Luar Negeri (SPDN) agar bisa dipetik kewajiban pajaknya dengan skema pajak penghasilan atau pajak transaksi elektronik.
Pertama-tama, pemerintah memperjelas status pajak perusahaan luar negeri. Pasal 16 ayat 1 RUU omnibus law perpajakan menyebutkan perusahaan penyedia barang dan jasa luar negeri yang memenuhi ketentuan significant economic presence dapat diperlakukan sebagai badan usaha tetap (BUT) dan dikenakan PPh.
Untuk metode pembayaran PPh atau pajak transaksi elektronik memiliki dua skema. Pertama, dibayar dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) luar negeri.
Kedua, pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau PPMSE luar negeri dapat menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia untuk memenuhi kewajiban PPh atau pajak transaksi elektronik.
Baca Juga: Asosiasi pengusaha akan kawal impelementasi Omnibus Law
Di sisi lain dalam naskah akademik RUU omnibus law perpajakan yang diterima Kontan.co.id terdapat kajian BKF soal kondisi yang diharapkan atas PMSE.