kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Begini cara Ditjen Pajak memburu harta wajib pajak yang ada di luar negeri


Kamis, 10 Juni 2021 / 15:31 WIB
Begini cara Ditjen Pajak memburu harta wajib pajak yang ada di luar negeri
ILUSTRASI. Begini cara Ditjen Pajak memburu harta wajib pajak yang ada di luar negeri


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan kualitas data AEoI saat ini sebetulnya belum maksimal untuk digunakan untuk memetakan potensi pajak.  

Merujuk laporan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), Fajry menyampaikan nyatanya tidak semua yurisdiksi telah fully compliant, bahkan Indonesia sendiri baru largely compliant, meski itu sendiri sebenarnya sudah bagus.  

“Tidak semua data yang kita dapatkan dari AEoI sempurna, ada beberapa informasi yang tidak kita dapatkan. Inilah yang kemudian menjadi hambatan dalam memanfaatkan data AEoI,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (10/6). 

Sejalan dengan hal tersebut, berdasarkan draf perubahan kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pemerintah akan menggelar pengampunan pajak atau tax amnesty.

Baik untuk bekas peserta tax amnesty 2016-2017 lalu, maupun wajib pajak yang belum ungkapkan harta kekayaannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016 hingga 2019.  

Keduanya diberikan pengampunan sanksi administrasi dengan tarif pengampunan pajak yang berbeda-beda. Dalam bagian penjelasan, perubahan UU KUP tersebut disebutkan program tersebut menjadi salah satu cara pemerintah untuk mengajak wajib pajak mengungkapkan hartanya secara sukarela. Sebab, AEoI kerap terkendala masalah data matching

Baca Juga: Rencana pengampunan pajak tahun 2022 dinilai untungkan alumni peserta tax amnesty

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan banyak dari data AEoI yang belum tersingkronkan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maupun Nomor Induk Kependudukan (NIK).  

Dus, perlu extra effort bagi otoritas untuk mengambil benang merah data AEoI sehingga bisa digunakan untuk mengoptimalkan data dan pada akhirnya terhadap peningkatan penerimaan pajak orang pribadi. Prianto menilai extra effort itu juga membutuhkan waktu panjang, sehingga program pengampunan pajak sebagaimana perubahan UU KUP dinilai bisa menjadi jalan pintas pemerintah. 

Sebagai Informasi 108 yurisdiksi partisipan antara lain Andorra, Albania, Anguilla, Antigua and Barbuda, Argentina, Aruba, Australia, Austria, Azerbaijan, Bahamas, Bahrain, Barbados, Belgium, Belize, Bermuda, Brazil, British Virgin Islands, Brunei Darussalam, Bulgaria, Canada, Cayman Islands, Chile, China, Colombia, Cook Islands, Costa Rica, Croatia, Curacao, Cyprus, dan Czech Republic. 

Baca Juga: Pemerintah klaim ada Rp 57,7 triliun sumber penerimaan pajak untuk tambal shortfall

Kemudian, Denmark, Dominica, Ecuador, Estonia, Faroe Islands, Finland, France, Germany, Ghana, Gibraltar, Greece, Greenland, Grenada, Guernsey, Hong Kong-China, Hungary, Iceland, India, Ireland, Isle of Man, Italy, Japan, Jersey, Kazakhstan, Korea (Republic), Kuwait, Latvia, Lebanon, Liberia, Liechtenstein, Lithuania, Luxembourg, Macau-China, Malaysia, Malta, Marshall Islands, Mauritiu, Mexico, Monaco, Montserrat, dan Morocco. 

Selanjutnya, Nauru, Netherlands, New Zealand, New Caledonia, Nigeria, Niue, Norway, Oman, Pakista, Panama, Peru, Poland, Portugal, Qatar, Romania, Russia, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Samoa, San Marino, Saudi Arabia, Seychelles, Singapore, Sint Maarten, Slovak Republic, Slovenia, South Africa,  Spain, Sweden, Switzerland, Turkey, Turks and Caicos Islands, United Arab Emirates, United Kingdom, Uruguay, serta. Vanuatu

Selanjutnya: Sunset Policy Bagi Wajib Pajak Yang Laporkan Harta Sukarela Digelar Awal Juli

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×