kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,02   -8,28   -0.91%
  • EMAS1.318.000 0,61%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Beberapa hal yang harus dikritisi dalam kebijakan bantuan subsidi upah


Jumat, 23 Juli 2021 / 13:28 WIB
Beberapa hal yang harus dikritisi dalam kebijakan bantuan subsidi upah
ILUSTRASI. Buruh linting rokok. ANTARA FOTO/Irfan Anshori/foc.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memberikan kembali Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk mendukung daya beli pekerja yang terdampak akibat adanya PPKM Darurat yang diperpanjang. Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan, dengan perpanjangan BSU diharapkan pekerja yang terdampak akan memiliki dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Menurut saya, atas rencana pemberian BSU ini, ada beberapa hal yang perlu dikritisi, pertama, seharusnya Pemerintah memberikan bantuan kepada pekerja yang memang terdampak seperti pekerja yang ter-PHK, pekerja yang dirumahkan tanpa upah atau pekerja yang dirumahkan dipotong upahnya," jelas Timboel dalam keterangan resminya, Jumat (23/7).

Pasalnya, jika Pemerintah memberikan BSU kepada peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, artinya peserta tersebut masih membayar iuran, dimana peserta tersebut masih mendapatkan upah dari pengusaha.

"Mengapa memberikan bantuan kepada yang masih menerima upah, sementara banyak pekerja yang di PHK, dirumahkan tanpa upah atau dipotong upahnya. Saya kira Pemerintah harus adil kepada pekerja yang benar-benar terdampak," imbuhnya.

Timboel menambahkan, apabila Pemerintah tetap menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan, justru yang diberikan BSU adalah peserta yang nonaktif. Dimana jika peserta kalau nonaktif berarti tidak bayar iuran lagi, yang artinya pekerja tidak mendapatkan upah lagi.

Baca Juga: Butuh dana penanganan pandemi, pemerintah realokasikan anggaran Rp 26,3 triliun

Kedua, mengingat masih banyaknya pekerja formal yang belum didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan maka seharusnya pemerintah baik pemerintah pusat dan daerah melakukan upaya secara proaktif menghubungi perusahaan, sehingga benar-benar mendapatkan data pekerja yang terdampak.

"Jadi seluruh pekerja, yang sudah didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan atau belum, yang terdampak akan mendapatkan BSU. Dengan data tersebut maka pemberian BSU bisa lebih tepat sasaran," ujar Timboel.

Ketiga, Pemerintah juga seharusnya bisa memberitahukan kepada seluruh masyarakat pekerja yang memang di PHK pada masa PPKM ini, dirumahkan tanpa upah atau dipotong upahnya, sehingga mereka bisa mendaftarkan diri sebagai penerima BSU. Kemudian dilakukan pengecekan validitasnya, dan bila memang benar maka pekerja tersebut dapat menerima BSU.

"Tentunya dengan mendatangi perusahaan atau mendapat laporan dari pekerja yang terdampak, Kementerian Ketenagakerjaan dapat mengupdate data pekerja di Sisnaker sehingga ke depan Kementerian Ketenagakerjaan memiliki data pekerja, tidak lagi hanya berharap dari data BPJS Ketenagakerjaan," jelas Timboel.

Keempat, OPSI berharap Pemerintah memberikan BSU tidak hanya kepada pekerja formal yang terdampak tetapi juga kepada pekerja informal seperti pekerja di mall-mall yang saat PPKM ditutup. Termasuk juga pekerja online seperti ojek online, dan lainnya yang memang terdampak PPKM Darurat, serta pekerja informal, pekerja migran dan pekerja jasa konstruksi yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang terdampak.

Kelima, terkait dengan proses pemberian BSU yang disalurkan melalui nomor rekening. Jika pekerja yang terdampak dan ditetapkan sebagai penerima BSU tidak memiliki nomor rekening, sebaiknya Pemerintah memiliki alternatif menyalurkannya via Kantor Pos dengan tetap menjaga protokol Kesehatan.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, kebijakan BSU dikeluarkan untuk mencegah pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan pekerjanya, serta membantu pekerja yang dirumahkan.

Jumlah calon penerima BSU diestimasi mencapai kurang lebih 8 juta orang dengan kebutuhan anggaran sebesar Rp 8 triliun. Ida menyebut, proses screening data yang sesuai dengan kriteria masih dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Adapun besaran BSU yang diberikan kepada pekerja/buruh sebesar Rp 1 juta diberikan sekaligus melalui transfer bank.

Nantinya, BSU akan diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang menetapkan Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah Berupa Subsidi Gaji/Upah Bagi Pekerja/Buruh Dalam Penanganan Dampak Corona Virus Disease (COVID-19) dan PPKM Tahun 2021.

Adapun, kriteria kerja/buruh yang mendapat BSU di antaranya Warga Negara Indonesia (WNI); pekerja/buruh penerima upah; dan terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja yang masih aktif di BPJS Ketenagakerjaan.

Kriteria lainnya adalah pekerja/buruh calon penerima BSU berada di Zona PPKM IV sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2021 jo Nomor 23 Tahun 2021. Kriteria selanjutnya, peserta yang membayar iuran dengan besaran iuran yang dihitung berdasarkan upah di bawah Rp3,5 juta sesuai upah terakhir yang dilaporkan Pemberi Kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan.

“Dalam hal pekerja bekerja di wilayah PPKM yang UMK-nya di atas Rp3,5 juta maka menggunakan UMK sebagai batasan kriteria upah,” ujar Ida.

Kriteria terakhir adalah pekerja/buruh pada sektor yang terdampak PPKM antara lain industri barang konsumsi, perdagangan dan jasa (kecuali jasa pendidikan dan kesehatan), transportasi, aneka industri, serta properti dan real estate.

Selanjutnya: Pemerintah luncurkan bantuan subsidi upah bagi pekerja, ini syarat penerimanya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×