Reporter: Venny Suryanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menetapkan salah satu strategi umum pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 tahun ini adalah dengan melakukan pinjaman multilateral dan bilateral. Salah satu pinjaman yang telah didapatkan oleh pemerintah berasal dari Asian Development Bank (ADB).
Pada periode bulan September 2019 sampai Oktober 2020 pinjaman luar negeri yang sudah dikonversi oleh pemerintah sebanyak 21 pinjaman yang mencapai US$ 6,2 miliar.
Pinjaman yang dikonversi adalah dari mata uang dolar dengan tingkat bunga mengambang berbasis London Inter-Bank Offered Rate (LIBOR). Konversi tersebut menghasilkan tingkat bunga pinjaman pasca konversi dari semula tingkat bunga mengambang LIBOR 6 bulan menjadi tingkat bunga fixed sebesar 0% atau mendekati 0%.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan konversi pinjaman dari Dollar AS ke dalam mata uang Euro dan Yen dinilai akan mempunyai dampak yang berbeda bila dilihat dari pergerakan pasar finansial saat ini.
Baca Juga: Taspen akan serap surat utang IFG senilai Rp 10 triliun, demi selamatkan Jiwasraya
Menurut Josua, hal ini seiring dengan perkembangan distribusi vaksin Covid-19 dan sentimen di pasar finansial yang cenderung bergerak ke arah yang berisiko pada sentimen pasar.
“Pergerakan risk-on sentiment akan cenderung mendorong penguatan Euro, namun mendorong pelemahan Yen, mengingat Yen merupakan aset safe haven,” jelas Josua kepada KONTAN, Selasa (15/12).
Sehingga dengan konversi Dollar AS ke Yen menurutnya cenderung akan menguntungkan pemerintah Indonesia seiring dengan arah sentiment risk-on yang akan mampu mengurangi beban secara rupiah dari utang pemerintah.
Sementara dari sisi Euro, keuntungan bagi pemerintah akan sangat tergantung dari pergerakan mata uang EUR/USD dan USD/IDR. Sehingga apabila penguatan Euro lebih besar daripada penguatan Rupiah terhadap Dollar, beban utang justru cenderung mengalami peningkatan.
“Hal sebaliknya dapat terjadi apabila di masa depan sentimen risk-off meningkat dibanding saat ini, yang kemudian memperkuat nilai aset safe haven. Apabila hal tersebut terjadi, risikonya adalah beban utang dari pemerintah mengalami peningkatan, terutama utang yang dikonversi ke Yen,” jelasnya.
Sedangkan dengan konversi pinjaman tersebut, Josua menilai ada risiko terhadap nilai tukar rupiah. Sehingga yang perlu diperhatikan adalah pelemahan Rupiah terhadap kedua mata uang tersebut yakni EUR dan JPY akan berdampak terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan cenderung lebih terbatas.
Selanjutnya: Terkait penambahan vaksin Covid-19 gratis sebesar 70%, ini kata Kemenkeu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News