kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Bea Cukai waspadai dampak virus corona, kenapa?


Minggu, 16 Februari 2020 / 20:16 WIB
 Bea Cukai waspadai dampak virus corona, kenapa?
ILUSTRASI. Petugas Bea Cukai Kualanamu mengecek barang kiriman luar negeri di gudang Sentral Pengolahan Pos (SPP) PT Pos Medan-Tanjung Morawa di Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara, Rabu (29/1/2020). Peraturan Menteri Keuangan nomor 199/PMK.010/2019 terkait Barang


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya perdagangan internasional menyebabkan realisasi kepabeanan, khususnya bea masuk sebagai basis perpajakan barang impor lunglai. Terlebih, perekonomian China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia belum membaik.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea Cukai realisasi bea masuk dari awal tahun sampai dengan 11 Februari 2020 sebesar Rp 3,88 triliun atau setara 9,70% dari target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020). Namun, pencapaian ini koreksi 3,5% atau sekitar Rp 140,69 miliar di periode sama tahun 2019.

Direktur Kepabenan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Syarif Hidayat mengatakan secara tren, ketika tahun baru China atau Imlek berlangsung impor barang dari China akan melambat dibanding periode biasa. Karenanya, sebagian aktivitas industri Negeri Tirai Bambu diliburkan atau produksi dikurangi.  

Baca Juga: Ditjen Bea dan Cukai gelar rapat kordinasi untuk antisipasi virus corona

“Tanggal 25 Januari itu kan Imlek, dua minggu sebelum dan setelahnya pasti turun. Ini siklus begitu, apalagi ekonomi China masih melambat, sehingga perdagangan menurun,” ungkap Syarif kepada Kontan.co.id, Minggu (16/2).

Syarif menyampaikan turunnya impor China tidak serta-merta mengganggu industri dalam negeri, sebab biasanya jelan Imlek stock bahan baku sudah dipersiapkan.

Di sisi lain, Syarif memandang dampak virus corona perlu diwaspadai. Sebab, pada akhir bulan Maret biasanya industri dalam negeri mulai mencari bahan baku dari China.

Adapun secara umum, rata-rata impor barang dari China merupakan barang konsumsi seperti makanan dan minuman, hingga bahan baku. Nah, Kekhawatiran Bea Cukai, sudah berlangsung di Korea Selatan yang juga mitra dagang China.

Baca Juga: Libur Imlek dan Virus Corona Menjepit Kinerja Ekspor Impor RI

Syafir bilang, karena virus corona aktivitas pabrik Hyundai di Negeri Gingseng berhenti akibat kekurangan bahan baku.

“Sampai saat ini efek virus corona itu belum keliatan. Apabila berlanjut terus, industri kita sangat bergantung. Dari dalam negeri harus mencari substitusi lain, sambil melihat bagaimana pemerintah China bisa menanggulangi virus corona, sehingga perdagangan bisa membaik,” harap Syarif.

Sementara itu, Syarif mengimbau industri obat-obatan atau farmasi dalam negeri di tahap warning. Alasannya, ketersediaan bahan baku hanya bisa bertahan sampai akhir bulan Maret 2020.

Bea Cukai menargetkan penerimaan bea masuk mencapai Rp 40 triliun atau 95% dari total proyeksi kepabenan sebesar Rp 42,6 triliun sampai akhir tahun 2020.

Syarif bilang, ke depan situasi ekonomi global akan menjadi sentimen utama, apalagi dengan adanya arah kebijakan pemerintah untuk membatasi impor.

Baca Juga: Sinergi Bea Cukai BNN dan Polisi tangkap pengedar narkoba

Di sisi lain, penerimaan dari bea masuk jasa pengiriman barang akan tumbuh. Meski kontribusi tidak begitu besar terhadap bea masuk, Syarif optimistis realisasinya bisa tumbuh bila pola dagang konsumen khususnya pedagang e-commerce masih di perusahaan jasa pengiriman barang.

Adapun dari sisi bea keluar sebagai basis ekspor, mencatat realisasi sebesar  Rp 278,15 setara 10,70% dari target APBN 2020. Angka tersebut tumbuh melambat 35,04% yoy, semakin dalam dari kontraksi periode sama tahun lalu yakni negatif 13,19% yoy. Proyeksi pemerintah, penerimaan bea keluar tahun ini senilai Rp 2,6 triliun.

“Kalau bea keluar utamanya karena turunnya ekspor mineral yang ada di Freeport dan perusahaan pertambangan besar lainnya. Freeport sendiri sedang mengubah metode penambangannya. Jadi produksinya agak turun,” ujar Syarif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×