Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 208,82 triliun, atau meningkat dari realiasi penerimaan tahun lalu yang mencapai Rp 205,5 triliun yang melampauhi target sebesar Rp 194,1 triliun.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemkeu) optimistis penerimaan bea dan cukai bisa kembali meningkat seperti tahun sebelumnya, meski tak ada kenaikan tarif cukai hasil tembau.
Kepala Subdirektorat Jenderal (Kasubdit) Humas Bea Cukai Kemkeu Deni Surjantoro mengatakan, untuk mengejar target tersebut DJBC akan melakukan berbagai upaya yang komprehensif.
"DJBC melakukan penguatan reformasi diantaranya program penertiban impor, cukai, dan ekspor berisiko tinggi termasuk mendorong peningkatan compliance pengguna jasa," tutur Deni kepada Kontan.co.id, Rabu (27/2).
Atas berbagai upaya tersebut, Deni mengatakan, penerimaan bea dan cukai di Februari tahun ini masih tumbuh positif dan lebih baik dibandingkan penerimaan pada periode yang sama tahun lalu. Sayangnya, Deni belum bisa membocorkan berapa besar peningkatan penerimaan bea dan cukai hingga Februari ini.
Sementara itu, penerimaan bea dan cukai sepanjang Januari 2019 sebesar Rp 3,76 triliun atau tumbuh 6,63% dari realisasi Januari tahun lalu. Realisasi penerimaan ini sebesar 1,80% dari target penerimaan tahun ini.
Bila dirinci, penerimaan bea masuk di Januari mencapai Rp 2,95 triliun atau tumbuh 5,07%, penerimaan bea keluar mencapai Rp 0,33 triliun atau turun 10,41% dari tahun lalu.
Penerimaan bea masuk dan bea keluar ini turut dipengaruhii oleh ketidakpastian ekonomi global. Sementara, penerimaan cukai mencapai Rp 0,49 triliun tumbuh 36,54%, dari tahun lalu.
"Penerimaan DJBC adalah akumulasi upaya sikap DJBC dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai trade facilitation, industrial assistance, community protection, dan revenue collection," jelas Deni.
Deni menerangkan, peningkatan penerimaan cukai turut disebabkan adanya program penertiban impor, cukai dan ekspor berisiko tinggi. Berdasarkan survei UGM, atas program ini, peredatan barang kena cukai (BKC) ilegal hasil tembakau mengalami penurunan dari 12,14% menjadi 7,04%.
Dengan begitu, pasar tersebut pun diisi dengan BKC legal yang memberi kontribusi pada penerimaan cukai.
"Faktor lainnya berupa kebijakan relaksasi pelunasan cukai hasil tembakau yang dimuat dalam PMK 57/2017 yang mampu mendorong industri hasil tembakau dalam mengembangkan daerah pasar produk hasil tembakau. Implementasi dari tugas dan fungsinya tersebut, menjadi faktor pendorong kinerja penerimaan Cukai yang tumbuh 36,54%," terang Deni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News