Sumber: Kompas.com | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) tidak pernah mengusulkan dan meminta tambahan dana pengawasan untuk biaya saksi partai politik (parpol) di tempat pemungutan suara (TPS). Wacana itu disebut tiba-tiba muncul di Bawaslu.
"Bawaslu tidak pernah mengusulkan untuk adanya dana bagi saksi parpol. Karena kebutuhan kita dana untuk mitra pengawas pemilihan lapangan (PPL)," ujar anggota Bawaslu Daniel Zuchron di Kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, Minggu (26/1/2014) malam.
Daniel mengatakan, mitra PPL didorong adanya keluhan pengawasan di tingkat TPS yang masih kurang. Seringkali, kata dia, kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) tidak memberikan formulir hasil penghitungan suara karena tidak ada PPL di TPS.
"Itu maka mitra PPL kami jadikan skema. Besok berharap ada petugas pengawas yang diutus oleh Bawaslu dan Panwas kabupatan/kota diam di TPS," kata dia.
Daniel menambahkan, mulanya, fokus Bawaslu adalah agar anggaran mitra PPL segera dicairkan. Menurutnya, saksi parpol yang dibiayai negara adalah kesepakatan antara DPR dan pemerintah.
"(Anggaran saksi parpol) Ini menyangkut kesepakatan DPR dan pemerintah. Jadi ada pembicaraan karena pak ketua yang mengikuti pembahasan itu," kata Daniel.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membayar saksi parpol yang akan ditempatkan di setiap TPS. Hal itu untuk mengantisipasi kekurangan dana yang kerap dikeluhkan parpol.
"Pemerintah juga mengakomodir anggaran saksi parpol di setiap TPS. Ada 12 saksi parpol. Biayanya bukan dari parpol tapi dari pemerintah. Itu keluhan dari parpol, tidak bisa mendatangkan saksi karena tidak ada anggaran," ujar Ketua Bawaslu Muhammad di Jakarta, Senin (20/1/2014).
Dia mengatakan, setiap saksi dibayar Rp 100 ribu untuk mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. Untuk honor saksi parpol, pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar.
"Ini dalam rangka memastikan proses pengawasan pemilu," kata Muhammad. (Deytri Robekka Aritonang)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News