Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Dalam wawancara dengan Kompas TV, Senin (12/8/2013), Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, Ibu Kota terbuka bagi semua orang, tetapi ada aturan main yang harus diperhatikan oleh orang-orang yang ingin datang ke Jakarta.
Berikut ini adalah kutipan wawancara tersebut.
Apakah Pemprov DKI sudah punya solusi untuk membendung Urbanisasi di Jakarta?
Saya kira, Jakarta tak bisa tertutup. Namanya Ibu Kota. Jika kita berpikir secara jujur, kita mengeluarkan berapa ratus miliar sampai triliun untuk mempromosikan wisata, investasi, pendidikan. Artinya Anda mengundang orang datang ke Jakarta.
Seharusnya semakin banyak orang datang pertumbuhan ekonomi akan lebih meningkat. Kenapa hari ini jadi ribut orang menganggap Jakarta tertutup? Jakarta tertutup untuk orang yang datang ke sini tetapi tidak bisa membelanjakan uangnya di atas kebutuhan hidup layak (KHL). Itu yang masalah.
Nah, orang-orang yang mencoba-coba mengadu nasib, akhirnya mereka ada yang tinggal di rumah-rumah yang tidak permanen ini. Itu yang masalah sebetulnya.
Misalnya, kita ambil contoh yang sederhana. Pembantu rumah tangga. Itu penghasilan memang di bawah dua juta. Pernah enggak mereka membuat masalah di Jakarta? Tidak. Hampir semua pembantu rumah tangga yang pulang kampung, dititipin sama nyonyanya, sama tetangga, "eh tolong bawa lagi ya," karena apa? Artinya apa? karena memang ada kebutuhan.
Mereka terserap. Itu tidak masalah. Penghasilan mereka memang di bawah KHL, tetapi mereka hidup di rumah majikannya, dapat makan, dapat tinggal, semua. Selama yang dibutuhkan, tidak masalah.
Soal imbauan "Jangan bawa kerabat ke Jakarta?"
Yang dimaksud beliau (Gubernur DKI Jakarta) adalah kerabat yang mengadu nasib, yang enggak punya uang. Kalau kerabat Anda yang mau jalan-jalan di Jakarta, ya kita senang. Anda bisa belanja ke Ancol, ke Dufan, kenapa tidak? Anda bisa bawa kerabat yang menginap di hotel-hotel di Jakarta, ya kita imbau malahan.
Bagaimana dengan operasi yustisi kependudukan. Apakah dihapuskan?
Jadi bukan berarti operasi yustisi dihapuskan seperti yang dulu. Operasi yustisi tetap ada, tetapi kita tak mau ini menjadi kegiatan yang menghabiskan APBD. Tak ada gunanya Anda cuma menangkapi orang-orang di kawasan kumuh.
Soal anggaran operasi yustisi sebelum era Joko Widodo - Basuki?
Saya enggak tahu. Dulu berapa miliar ya, Rp 2 miliar atau berapa miliar gitu. Untuk apa. TIdak ada gunanya. Jadi, kalau mau efektif, kan kita bicara tadi, yang datang ke Jakarta tidak boleh berpenghasilan yang rendah. Kalau dia menginap di hotel silakan. Kita undang Anda datang ke Jakarta, menginap di hotel saja gitu lho. Tapi kalau Anda tinggal di kawasan kumuh, itu yang tidak boleh.
Nah cara mengatasinya bagaimana? Daripada operasi yustisi seperti itu, lebih baik kawasan kumuhnya kami bongkar. Atau kawasan kumuh yang sudah terbakar, jika itu di atas tanah negara, kami melarang bangun kembali. Kalau Anda bangun kembali di atas tanah-tanah negara ini, kami akan pidanakan Anda. Kita tidak mau tahu.
Itu sesuai Perda Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dari pasal 28 sampai 32 jelas di situ, pasal 35 malah dikatakan sama, termasuk dagang, ketertiban di jalan raya, di trotoar. Itu semua harus ada tindakannya. Satpol PP akan turun tangan.
Nah selama ini, satpol PP kita seperti operasi yustisi hanya semacam kegiatan saja. Itu menghabiskan uang, kan? Tangkap, Kurung, balikin. Kayak main Tom and Jerry. Itu sesuatu yang lucu. Kayak pagar ayu. Meleng sedikit, nongol lagi. Yang perlu dilakukan, menurut Pak Gubernur, Satpol PP kalau mau menaikkan wibawa seribu kali, gampang sekali. Pidana. Ambil tindakan tegas. Dua orang Satpol PP juga punya kuasa besar. Pidana saja. Penegakan hukum adalah masalah utama di DKI, bukan soal operasi yustisi. Semua (operasi yustisi kependudukan) harus ada, tetapi tak ada gunanya kalau tak ada penegakan hukum.
Orang didenda 10.000 untuk apa? Itu namanya main-main. Denda yang maksimal dong. Kalau tertulis Rp 20 juta, ya minimal dendanya Rp 3 juta. Lumayan dia jual handphone satu untuk tebus atau dikurung 60 hari. Anda tinggal pilih. Dikurung 60 hari atau denda. Enggak usah mahal-mahal, Rp 3 juta saja. Kamu kapok lah. Kalau Rp 20 juta, kamu masuk penjara, enggak enak juga kan. Kalau Rp 3 juta, kamu masih bisa jual barang, pinjam sana sini, biarin. Lama-lama kamu kapok sendiri.
Operasi yustisi tidak ke rumah-rumah, tetapi ke tempat usaha. Tempat usaha seperti apa yang akan dijadikan sasaran operasi yustisi?
Terutama PKL-PKL yang nutupin jalan. Jadi kita ada tiga cara. Ketika dia tutupin jalan, kita akan gunakan perda tadi, juga bisa gunakan undang-undang lalu lintas. Nah di dalam situ juga sekaligus kita lakukan operasi yustisi kependudukan. Ketika kita mendapatkan orang tak punya KTP dan tak lapor, dia juga bisa kita pidana. Nah, kalau sudah ketemu dia punya KTP DKI, begitu kita cek ternyata KTP DKI-nya ada pemalsuan, maka kita juga membuat tuntutan pidana terhadap pemalsuan KTP. Ini yang akan kita lakukan. Jadi jauh lebih efektif. Operasi yustisi bukan cuma tangkap, bawa ke Kbon Jeruk, kasih makan, kasih apa. Tak ada lagi seperti itu.
Tapi, untuk Anda yang tinggal di hotel, Anda mau pelajar, Anda mampu bayar, ya untuk apa ditangkap.
Bagaimana dengan pandangan bahwa operasi yustisi seperti tadi diskriminatif atau melanggar HAM?
Anda melanggar hak asasi orang, kok Anda yang merasa dizalimi padahal Anda yang menzalimi orang lain kan? Nah, sekarang jadi terbalik-balik. Misalnya, saya memaksa masuk tinggal di rumah kamu. Pas kamu mau ngusir saya, saya bilang saya minta ganti dibeliin rumah. Kalau tidak, kamu melanggar HAM saya. Apa itu melanggar HAM? Kenapa Anda tak mengatakan bahwa saya melanggar HAM Anda.
Anda melanggar peraturan. Ini jalan Anda buat macet. Anda kuasai. Bagaimana Anda bisa mengatakan, ketika Anda ditertibkan, Anda mengatakan, Anda yang didiskriminasi, Anda yang dizalimi. Kan lucu. Ini bukan saya yang ciptakan kata-kata itu lho. Itu adalah peraturan daerah, undang-undang yang diciptakan kan.
Lalu Anda masih bisa berdalih, DPRD tidak mewakili kami rakyat, DPRD tidak mewakili kami. Itu urusan tata negara, kami tidak merasa diwakili. Oke, Anda mau ngotot seperti itu. Sekarang, pertanyaan saya, dari seratus orang, kalau hanya sepuluh yang melanggar, saya harus bela yang mana? Yang 90 itu dong yang saya harus bela. Ini kan jelas. Sama seperti Tanah Abang. Kemarin saya lihat penduduk teriak-teriak senang ketika rumah jagal dirobohin. Bayangin, mereka bilang 20 tahun. Ada anak muda 28 tahun. Dia udah dari umur 8 tahun menderita karena bau di situ dan enggak bisa berkutik ngapa-ngapain. Ada ibu-ibu juga kasih komentar seperti itu.
Operasi yustisi nanti akan dilakukan dengan selektif, sesuai kriteria. Ini bukan berarti karena Gubernur Jakarta KTP-nya juga belum KTP Jakarta bukan?
Memang prosesnya seperti itu. Buktinya, kalau ada di hotel, saya juga tidak mengadakan operasi yustisi. Itu yang saya minta. Jangan lagi operasi yustisi ke kos-kosan yang mahal. Itu bukan operasi yustisi. Itu namanya mau cari duit.
Menghabiskan uang untuk mendapatkan uang kan? ngapain cari orang yang datang ke Jakarta bisa membawa uang di atas KHL. Kalau dia bisa membelanjakan uang di atas 2 juta, 3 juta, silakan datang ke Jakarta.
Pada 3 November 2012, Anda mengatakan, Jakarta terbuka bagi urbanisasi dengan manajemen baru. Manajemen baru seperti apa?
Urbanisasi dengan catatan, yang datang uangnya banyak. Anda kalau mau beli apartemen, mau beli hotel, mau beli ruko, mau beli mal, silakan datang.
Bagaimana dengan mereka yang ingin datang untuk mencari nafkah lebih?
Tidak masalah, selama Anda bisa mendapatkan nafkah di atas kebutuhan hidup layak Anda. Kalau Anda bisa dapat gaji seperti itu. Sekarang, hidup layak di DKI ini di atas dua jutaan. Kalau Anda berpenghasilan yang tidak cukup untuk bayar kos, ya Anda jadi masalah. Anda pasti akan tinggal di rumah-rumah kumuh yang disewakan, yang sebagian mencuri listrik, mencuri air. Sewa 250.000 sudah termasuk listrik, AC, air. Dari mana hitungannya? Kenapa bisa begitu? Karena tanahnya di tanah negara. Itu yang tidak boleh.
Maka solusi bagi kami sangat sederhana. Silakan orang datang ke Jakarta, tapi kalau Anda melanggar peraturan di Jakarta, jualan di jalan, tinggal di kawasan kumuh, kami akan tangkap Anda.
UUD Pasal 28 memperbolehkan setiap orang tinggal di mana saja ia beroleh pekerjaan apa saja serta kesejahteraan.
Itu betul.
Anda tak merasa membatasi?
Saya tidak membatasi. Kalau penghasilan di bawah KHL, Anda sejahtera enggak? Anda boleh tinggal di mana saja betul, tapi di mana saja tidak berarti di rumah orang kan? Ada aturannya kan? Jadi baca undang-undang enggak bisa seenaknya.
Sama seperti ikan di akuarium. Dia bebas berenang kan. Bebas. Coba itu ikan loncat keluar akuarium, bebas, tetapi mati ikan itu. Sederhana gitu, kamu bebas, tetapi bebas di dalam air. Kalau ikan mau bebas seenak-enaknya, mau ekspansi ke darat, ya mati kamu. Sama. Ini bebas, tetapi bebas bukan berarti mengambil kebebasan orang, merugikan orang kan?
Kalau Anda bilang bebas, oke Anda bebas. Kalau lebih banyak orang yang enggak bebas gara-gara kamu, apa kamu ini bebas seperti yang dimaksud? Ini negara hukum. Nah, pengertian ini yang harus kita sepakati.
Makanya, bagi kami, solusinya sederhana. Semua kawasan kumuh harus dihancurkan. Makanya kami membangun super blok 400 hektare di Marunda, Cilincing. Anda yang tidak punya rumah, tidak ada lagi ganti untung, ganti rugi. Kami sudah cabut pergub. Dulu kan kalau kita menghancurkan rumah ada ganti uang kerohiman. Apa itu uang kerohiman? Anda duduki tanah negara tidak bayar masak mau dibayar lagi. Kalau begitu caranya, persepsi orang jadinya apa? Kalau mau dapat rumah di Jakarta gampang. Duduki saja tanah negara, nanti waktu diusir dapat duit kan?
Saya kasih contoh, kalau saya bisa selesaikan tugas di sini lima tahun, nanti waktu saya tidak tugas di sini lagi, saya enggak mau keluar dari kantor ini. Boleh enggak? kalau ikuti pengertian tadi, artinya boleh dong. Kalau enggak begitu bagaimana? Saya minta pengertian, duduk bersama, saya minta ganti kantor yang mirip ini juga. Kecil sedikit tidak apa-apa dan tempatnya tidak jauh dari sini. Saya enggak mau jauh-jauh, saya maunya deket sini juga. Boleh enggak saya bicara seperti itu?
Itu dengan pola pikir mereka?
Itu tadi kenapa? karena ada oknum-oknum tertentu yang memberitahu seperti itu, karena selama ini tidak pernah ada penegakan hukum.
Kampung kumuh akan dihancurkan. Ketika mendengar kata dihancurkan, orang akan khawatir atau was-was seperti yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama kali ini?
Kan itu yang direvisi oleh Bapak Gubernur kan. Kita ingin menata DKI menjadi modern, tetapi manusiawi. Nah, orang-orang itu kita pindahkan. Sama waktu kita menghancurkan di Waduk Pluit, Anda dipindahkan ke rumah susun yang full furnished. Ada kulkas, ada TV, segala lengkap, gas cooker, Anda di rumah-rumah gubuk saja tidak punya. Tapi yang ribut siapa? Bukan yang ini yang ribut. Pemilik rumah sewa di pemukiman kumuh yang ribut, karena yang namanya orang susah, mereka rumah kumuh pun tidak mampu beli di DKI. Dia hanya mampu sewa. Nah itu yang kita lakukan.
Bagaimana koordinasi dengan jajaran Anda soal operasi yustisi di kawasan usaha?
Kita dalam rapim sudah bicara dengan wali kota. Wali Kota Jakarta Pusat mengerti, Wali Kota Jakarta Timur mengerti, Wali Kota Jakarta Barat tadi laporan ke saya sudah mengerti. Besok kita mau bikin rakor lagi dengan asisten pemerintah. Nah kita harapkan Wali Kota Jakarta Selatan, semua, Jakarta Pusat, semua mengerti, Wali Kota Jakarta Utara juga mengerti. Kita akan serentak, kan tak bisa lagi Jakarta dibiarkan rusak. Selama ini kita merasa kacau, seolah-olah tak ada pemerintah. Kenapa? Karena tidak ada penegakan hukum.
Anda punya tujuh juta Satpol PP juga tidak guna, jadi pagar ayu. Meleng sepuluh menit, dia sudah pasang lapak lagi. Begitu Satpol PP sedikit, diledek-ledekin tidak berani karena tidak pernah ada penegakan hukum.
Sama juga mobil-mobil angkutan umum, berhenti seenaknya. Kenapa? Karena tidak ada sanksi. Nah, sekarang kita akan memberlakukan apa? Anda melanggar, berhenti sembarangan, izin trayek kamu harus dicabut. Cuma sekarang kita belum melakukan karena busnya belum cukup. Tunggu kami sudah beli bus 1.000, 2.000, kamu coba aja (langgar), kita akan cabut.
Artinya yang dibutuhkan Jakarta ini adalah soal ketegasan?
Memang cuma penegakan hukum saja.
Soal arus balik pascalibur Lebaran. Jumlah pemudik di Kampung Rambutan lebih banyak dibandingkan saat berangkat. Bagaimana menurut Anda?
Enggak usah khawatir. Kamu harus bayangkan begini, kalau kamu lihat orang datang di bandara, kamu senang dong? Turis banyak datang gitu kan. Begitu juga yang di Kampung Rambutan. Yang penting, begitu dia enggak dapat uang, dia harus pulang kampung.
Soal survei BPS: 52.000 pendatang akan memenuhi Jakarta usai Lebaran 2013?
Kalau 52.000 bawa Rp 10 juta lumayan, dia belanja di DKI. Yang masalah kan kalau 52.000 orang itu mau merampok. Itu kan repot. Kalau mereka masing-masing bawa Rp 10 juta, kenapa takut? kan turis kan. Itu bukan masalah. Buktinya kita mengharapkan orang datang melulu. Jadi, pengertian tentang urbanisasi itu, jangan persepsi buruk, selama mereka bisa memberikan sumbangan yang baik uang yang baik, itu akan memberikan pertumbuhan ekonomi.
Jakarta saja yang paling aneh, anomali gitu. Kenapa banyak urbanisasi, justru pertumbuhan ekonomi tidak signifikan, tidak sesuai, tidak begitu penting. Ya karena itu tadi, masalahnya yang datang penghasilan di bawah kebutuhan hidup layak. Kenapa mereka bisa hidup di Jakarta? karena ada pengembang pedagang kaki lima (PKL), yang siapin rumah-rumah petak. Kenapa bisa menyewakan begitu murah? Air bagi, listrik bagi, bisa kebakaran di mana-mana. Satu stop kontak disambungin sampai berapa biji, ya panas deh, kebakar, orang arusnya enggak cukup, sambungi kabel-kabel, itu yang masalah.
Termasuk ada bos MCK, mandi cuci kakus ada yang bangunin, makanya dengan PDAM hanya Rp 1050 satu kubik, seenaknya pakai. Makanya kita mau naikan. Orang tidak mampu Rp 1050 untuk 10 kubik, lebih dari itu Rp 10.000 per kubik.
Jadi Anda tidak masalah dengan 52.000 orang datang ke Jakarta?
Pernah enggak kamu ngerasa kekurangan pembantu rumah tangga? Kalau datang pembantu rumah tangga, berarti ekonomi Jakarta maju. Ketika suami istri ekonominya mau maju, kamu dapat pekerjaan lagi, kamu pasti butuh pembantu. Kenapa salah kalau yang datang pembantu dan kerja di rumah Anda? Yang salah kan kalau dia (pembantu itu) tinggal di rumah petak lagi.
Ali Sadikin pernah mengatakan Jakarta kalau ingin nyaman dihuni atau jadi tempat tinggal yang nyaman, jumlahnya harus 800.000 sampai satu juta orang. Jumlahnya sudah 9,6 juta saat malam hari.
Dulu kan Pak Ali Sadikin enggak pernah kepikiran teknologi begitu canggih. Jakarta bisa dihuni 20-30 juta orang. 20 juta (saat malam hari) juga oke, tapi yang penting Anda harus punya infrastruktur jelas, transportasi masal mesti jelas, 13 sungai utama mesti bersih supaya bisa sediakan air bahan baku, pengolahan limbah di seluruh DKI harus ada, supaya air limbah tidak mengotori sungai dan laut.
Jadi, semua boleh datang ke Jakarta asal taat kepada peraturan?
Anda punya uang dan punya rumah. Kalau tinggal di pinggiran kota, di jalan-jalan dan gubuk derita, ya enggak boleh. (Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News