kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Bappenas: Empat faktor picu ketimpangan


Kamis, 10 Agustus 2017 / 21:06 WIB
Bappenas: Empat faktor picu ketimpangan


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Pemerintah terus berupaya untuk mengurangi ketimpangan, baik ketimpangan antar kelompok pendapatan maupun antar wilayah. Upaya mengurangi ketimpangan tersebut tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Pada tahun 2019, tingkat kemiskinan diharapkan dapat turun menjadi 7-8% dari angka baseline 11,22% di tahun 2015.

"Demikian pula, angka ketimpangan diupayakan untuk menurun dari 0.408 di tahun 2015 menjadi 0.36 di tahun terakhir pelaksanaan RPJMN tersebut," ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam Pembukaan Indonesia Development Forum (IDF) 2017, di Jakarta, Rabu (9/8) kemarin.

Bambang mengatakan, secara umum ada empat faktor utama yang mendorong ketimpangan pada generasi sekarang dan masa depan.

Pertama, ketimpangan peluang sejak awal kehidupan yang mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Kedua, pekerjaan yang tidak merata. Ketiga, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang. Keempat, ketahanan ekonomi yang rendah.

Menurut Bambang, kepemilikan aset dapat menjadi salah satu faktor penentu dalam mengurangi ketimpangan. Tanpa aset produktif yang memadai, masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan serta tidak dapat meningkatkan pendapatannya.

Tanpa aset yang memadai, lanjut Bambang, keluarga rentan tidak dapat berinvestasi yang cukup untuk masa depan anak-anak mereka. "Hal demikian akan berulang terus-menerus dalam suatu siklus dan menjadi lingkaran setan atau vicious circle," katanya.           

Tidak seperti negara Asia lainnya, ketimpangan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir. Di tahun 2014, Indonesia dapat menurunkan gini rasio. Gini koefisien untuk bulan Maret 2017 menjadi 0,393 atau turun dari 0,408 pada tahun 2015. Penurunan Gini Rasio terjadi karena adanya pengurangan proporsi konsumsi per kapita pada desil paling atas.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×