kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Banyak perusahaan tambang dan kebun salahi izin


Selasa, 26 Februari 2013 / 17:13 WIB
Banyak perusahaan tambang dan kebun salahi izin
ILUSTRASI. Jus wortel


Reporter: Fahriyadi | Editor: Amal Ihsan

JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri atas dugaan pelanggaran izin yang melibatkan 26 perusahaan pertambangan dan perkebunan di Indonesia. Laporan itu disampaikan oleh Anggota BPK, Ali Masykur Musa, Selasa (26/2). Menurut Ali pelanggaran ini dilakukan oleh perusahaan ini pada tahun 2011

"BPK menemukan 29 temuan yang melibatkan 26 perusahaan dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 90,6 miliar dan US$ 38.000, pelanggaran ini terindikasi tindak pidana korupsi," ujar Ali.

Menurutnya, 26 perusahaan yang terlibat ini mempunya tiga model penyalahgunaan izin. Pertama, kepemilikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh 22 perusahaan yang tidak punya izin pemakaian kawasan hutan, menurutnya pelanggaran ini dilakukan oleh perusahaan swasta lokal, asing, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik besar maupun kecil.

Ali bilang bentuk pelanggaran ini merupakan bagian dari  mekanisme peraturan perundang-undangan. Dalam UU No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan di Pasal 38 disebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan harus berdasarkan ijin pinjam pakai kawasan hutan dari Kementerian Kehutan, tapi hal ini tidak dilakukan.

Ia menambahkan pada pasal 50 juga menyebutkan setiap orang dilarang melaukan kegiatan ekspolirasi, eksploitasi tambang di. kawasan huan tanpa ijin Memteri Kehutanan. Pasal 50 ayat 3 dinyatakan bahwa siapapun yang melanggar pasal 50 mendapat ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.

Model pelanggaran kedua, lanjut Ali adalah  pemberian izin pemanfaatan kayu dan land clearing di kawasan hutan produksi untuk perkebunan sawit tanpa Izin Pelepasan Kawasan (IPK). "Dalam modus ini pemberian IPK dilakukan tanpa ijin pengawasan hutan dan itu melnggar SK Menteri Kehutannan," tambahnya.

Bentuk pelanggaran Ketiga adalah kesalahan penerbitan SK tentang SKB atau Surat Keterangan sahnya Kayu Bulat yang jumlahnya sebayak 119.000 kubik atau senilai Rp 58,1 miliar. "Dengan tidak sahnya kayu itu, maka ada potensi kerugian negara didalamnya," ujar Ali.

Ali sendiri enggan menyebut detail semua perusahaan tersebut. Ia menyebut inisial beberapa perusahaan seperti PT KBI, PT FBI, PT CKA dan PT AT yang melanggar proses eksploitasi dan eksplorasi tanpa pelepasan kawasan hutan. Sedangakan PT MPI dan PT CP merupakan perusahaan perkebunan yang melanggar IPK. Ali bilang pemeriksaan BPK kali ini dilakukan di empat provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua.

Menanggapi temuan tersebut Kepala Bareskrim, Komisaris Jenderal Polisi Sutarman menyatakan akan menindaklanjuti temuan itu. Menurutnya perusahaan itu bisa terancam UU Kehutanan, UU  Perkebunan hingga UU Pencucian Uang. "Hasil audit BPK ini akan Bareskrim tindaklanjuti dari aspek penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga penyidikan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×