Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial dari Center for Strategic and International Studies, Arya Fernandes menilai, rekonsiliasi antara presiden terpilih Joko Widodo dan mantan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto perlu serius didorong oleh kedua kubu.
Namun, Arya menilai beberapa elite partai politik yang berada di koalisi Jokowi dan Prabowo sepertinya masih menahan terjadinya rekonsiliasi tersebut. "Salah satunya pertimbangan koalisi. Mungkin kalau terjadi rekonsiliasi dikhawatirkan akan terjadi akomodasi di pemerintahan, sehingga pemerintahan terlalu gemuk dan mungkin tidak ada kecocokan dari sisi karakter politik," kata Arya saat dihubungi, Rabu (10/7).
Arya mengatakan, faktor yang menentukan terjadinya rekonsiliasi adalah komitmen bersama, baik Jokowi dan Prabowo maupun para elite partai politik yang ada di sekitarnya. Ia juga mengatakan, para elite Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi seharusnya tidak memanfaatkan rekonsiliasi dengan meminta permintaan tertentu kepada Jokowi sebagai syarat rekonsiliasi.
"Dari sisi 02 tentu jangan juga mereka terlalu ya permintaannya terlalu tinggi. Misalnya, pemulangan Habib Rizieq, kan itu sebenarnya sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan rekonsiliasi," ujar Arya.
Di sisi lain, Arya berpendapat, ada juga partai politik yang ingin mendorong rencana rekonsiliasi sebagai wadah untuk masuk ke koalisi pemerintahan. Arya mengatakan, para elite harus memahami tujuan dari rekonsiliasi, yaitu komitmen bersama menyesuaikan perbedaan politik yang ada.
Dengan demikian, rekonsiliasi jangan dimaknai sebagai momentum bagi-bagi jatah menteri dan permintaan tertentu. " Rekonsiliasi itu suatu hal kesungguhan komitmen bersama untuk menyesuaikan perbedaan politik yang mengarah pada perpecahan. Menurut saya itu, kalau akomodasi itu di luar," kata dia. (Haryanti Puspa Sari)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News