Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang akhir tahun, masih ada beberapa asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 dan asumsi makro yang meleset atau belum mencapai target.
Ekonom Center of Reform on Econimics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy memandang bahwa dalam 5 tahun terakhir, tim ekonomi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memang kerap meleset dalam menentukan target-target dalam APBN.
Baca Juga: Menko Puan: Gaji perangkat desa setara golongan IIA mulai Maret 2019
Hal ini pun rupanya mengandung resiko. Menurutnya, bila target dalam APBN dalam suatu tahun meleset, nanti untuk tahun selanjutnya target-target pun berpotensi akan terus meleset. Apalagi, dasar perhitungan asumsi merupakan asumsi tahun sebelumnya.
Yusuf pun mengambil contoh pada penerimaan. "Katakanlah target penerimaan 2019 meleset, nah untuk tahun 2020, targetnya juga berpotensi meleset karena perhitungannya menggunakan asumsi penerimaan di tahun 2019," jelas Yusuf pada Kontan.co.id, Kamis (26/12).
Tidak hanya berakibat pada asumsi yang sama pada tahun selanjutnya, ketika suatu asumsi dalam APBN meleset, ini juga akan mengakibatkan efek berantai pada asumsi lainnya.
Baca Juga: Menelisik arah investasi tahun depan menurut para ekonom
Yusuf pun masih mengambil contoh terkait penerimaan. Menurutnya, ketika penerimaan meleset, tentu ini juga akan berpotensi untuk memengaruhi asumsi belanja, yaitu tidak tercapainya target belanja karena anggarannya tidak ada.
Selain itu, ini juga akan berpengaruh pada utang atau pembiayaan, yaitu membengkaknya utang dan pembiayaan dengan kondisi jika suku bunga sedang tinggi sehingga menyebabkan bunga utang pemerintah bisa lebih besar.
Dalam dua tahun terakhir pun, Yusuf melihat ada beberapa deviasi yang ditetapkan pada asumsi sudah meleset, tetapi pemerintah tidak mengeluarkan perubahan pada APBN (APBN-P). Padahal, Yusuf memandang mengeluarkan APBN-P menurut ketentuan adalah hal yang sah.
Baca Juga: Kejar target pertumbuhan ekonomi 2020, Menko Airlangga perkuat permintaan domestik
"Padahal APBN-P ini bisa digunakan untuk mengubah target penerimaan dan juga target belanja dan bisa memberikan efek stimulan dalam jangka pendek untuk ekonomi," jelas Yusuf.
Untuk selanjutnya, Yusuf melihat bahwa masih banyak ruang yang bisa ditingkatkan oleh tim ekonomi Jokowi baik dari sisi menarik penerimaan negara maupun dari sisi efektivitas belanja.
Dari sisi penerimaan, Yusuf memandang bahwa penerimaan pajak masih digenjot. Ia pun mengimbau agar pemerintah bisa lebih menggali penerimaan dari pajak orang pribadi dan non karyawan. Apalagi dengan adanya program tax amnesty dan pertukaran informasi AEoI yang bisa memudahkan pemerintah untuk menggali data kepatuhan pajak orang pribadi.
Baca Juga: Kemenko Perekonomian proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 sebesar 5,06%
Di samping itu, ia juga melihat masih banyak profesi yang bisa dikenai pajak pribadi non karyawan, seperti selebritis Instagram (selebgram) dan Youtuber. Menurutnya, ini masih kecil, tetapi bila dilakukan dengan sungguh-sungguh mampu memberi kontribusi yang besar untuk meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan.
Sementara saat menilik dari sisi belanja, dalam 2 tahun terakhir Yusuf menemukan adanya pertumbuhan realisasi belanja modal yang selalu mengalami kontraksi. Lambatnya realisasi belanja modal memang lebih menyasar pada koordinasi yang belum optimal antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan pihak terkait.
Ia pun mengambil contoh tentang belanja modal yang masih terhambat untuk pembangunan infrastruktur. Ia menemukan bahwa ini biasanya sering terhambat oleh masalah pembebasan lahan. "Di sini Kemenkeu untuk ke depan harus bisa lebih berkoordinasi dengan Kementerian PUPR dan juga lembaga manajemen aset negara lain," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News