Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah makin gencar mengguyur bantuan sosial bagi warga yang terdampak pandemi virus korona. Yang terbaru, bantuan bagi masyarakat miskin yang berada di pedesaan.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Dana Desa. Dalam beleid revisi PMK No. 205/2019 ini, Kementerian Keuangan mengubah sebagian anggaran dana desa menjadi bantuan sosial berupa bantuan langsung tunai atau BLT desa.
Jadi, dari anggaran dana desa yang biasanya menjadi sumber pembiayaan pemberdayaan di pedesaan, sebagian berubah bentuk jadi bantuan langsung ke penduduk.
"Kami telah diberi instruksi agar dana desa diubah menjadi bansos (bantuan sosial) bagi masyarakat yang mengalami kerawanan dan antisipasi datangnya pemudik, supaya tidak jadi beban masyarakat desa yang bersangkutan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (24/4).
Baca Juga: Sepakat usulan Kadin, Indef: 70% anggaran Covid-19 harus untuk pengaman sosial
Biar bantuan tepat sasaran, pemerintah sudah mengatur kriteria calon keluarga penerima BLT desa. Yang berhak adalah keluarga miskin atau tidak mampu yang berdomisili di desa tersebut. Syarat lainnya ialah si calon penerima bantuan tunai tidak termasuk sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako Murah, dan Kartu PraKerja.
Baca Juga: Pemerintah memutuskan Rp 21 triliun dana desa disalurkan untuk BLT
Sebagai pertimbangan, data calon penerima BLT desa akan pemerintah ambil dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial (Kemsos). Untuk besarannya, dana BLT desa sebesar Rp 600.000 per keluarga selama tiga bulan.
Suatu desa bisa menganggarkan BLT desa paling banyak 35% dari total dana desa yang mereka terima dan anggarannya sudah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDes). Bila dana desa tidak mencukupi, kepala desa bisa memakai dana desa melebihi batas yang ditentukan dengan persetujuan dari bupati, walikota, atau pejabat yang ditunjuk.
Dengan adanya bantuan sosial tersebut, maka tanggungjawab kepala desa kini bertambah. Tidak cuma mengelola penggunaan dana desa, tapi juga mengawasi pelaksanaan penyaluran BLT desa.
Selain itu, ada sanksi yang bisa menimpa pemerintah desa jika tidak menjalankan BLT. Misalnya, kalau ada pemerintah desa tidak melaksanakan kegiatan bantuan sosial tersebut, maka sanksinya adalah penghentian penyaluran dana desa tahap ketiga di tahun anggaran berjalan.
Begitu juga bagi desa mandiri yang tidak menjalankan penyaluran BLT tersebut. Mereka harus bersiap terkena sanksi berupa pemotongan dana desa hingga 50% dari total dana tersebut yang akan pemerintah pusat salurkan pada tahap kedua di tahun anggaran berikutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News