Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah memastikan, tidak hanya menunjuk Bank Badan Usaha MIlik Negara (BUMN) atau Bank swasta nasional saja yang menjadi Bank penampung dana repatriasi, kebijakan pengampunan pajak.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, semua Bank yang ada di buku tiga dan buku empat akan menjadi Bank persepsi, yang bertugas mengelola dana repatriasi. Termasuk Bank milik asing atau yang memiliki cabangnya di Indonesia.
Namun, Bank asing yang boleh mengelola dana tax amnesty itu harus memiliki salah satu dari tiga fasilitas lock up, atau mengunci dana dalam jangka waktu tiga tahun. Ketiga syarat itu antara lain, memiliki wali amanat, Bank kustodian atau rekening dana nasabah (RDN).
Intinya, memastikan Bank tersebut bisa menahan dana yang masuk dalam waktu tiga tahun sesuai aturan yang ada dalam Undang-undang pengampunan pajak. Selain itu, menurut Bambang Bank tersebut harus berskala besar dan bisa memberikan kenyamanan kepada pemilik dana.
Semua Bank tersebut nantinya akan tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Setelah itu, Bank akan menandatangani kontrak kerjasama dengan pemerintah. "Pemerintah bsia memberikan sanksi yang berat bila melanggar," ujar Bambang, Minggu (17/7) kepada KONTAN.
Sebagai catatan, beberapa Bank yang masuk dalam kategori buku III di antaranya adalah Bank Tabungan Negara (BTN), CIMB Niaga, Bank Danamon, Maybank, Bank Mega, Bank NISP, Permata Bank, UOB Indonesia, Panin Bank dan BTPN. Sedangkan yang masuk aktegori Bank buku IV adalah Bank Mandiri, BNI, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Central Asia (BCA).
Total jumlah Bank yang masuk kategori Bank buku III dan IV ada 14 Bank. Namun demikian, ada kabar yang menyebutkan pemerintah telah menetapkan ada sekitar 17 Bank yang akan menjadi Bank persepsi.
Terkait hal ini, Bambang menepisnya. Ia menegaskan hanya ada Bank buku III dan buku IV saja yang menjadi Bank persepsi, dan telah ditetapkan dalam PMK yang Ia tanda tangani.
Sementara Direktur Eksekuitf Center for Indonesia Taxation Analysist (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah seharusnya jangan dulu menunjuk Bank asing dalam mengelola dana repatriasi. Lebih, baik memberikan kepercayaan lebih dulu kepada Bank plat merah dan swasta nasional.
Jika dalam pelaksananya mereka tidak sanggup untuk menampung seluruh dana repatriasi, baru dibuat revisi PMK yang mengakomodir Bank asing. Kalau di awal sudah membuka pintu masuk bagi Bank asing, ditakutkan pemilik dana akan lebih memiliki Bank asing tadi.
Dana yang diinvestasikan melalui Bank asing tersebut ditakutkan akan berpindah ke luar negeri setelah tiga tahun. Meskipun sudah diinvestasikan dalam berbagai instrumen di Indonesia. "Siapa yang bisa mengawasi internal Bank asing," ujar Yustinus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News