Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Ketua Dewan Pengarah Bapilu Partai Hanura, Bambang W Soeharto akhirnya rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama sekitar lima jam. Dalam pemeriksaan tersebut, Bambang menaku dicecar soal kepemilikan PT Pantai Aan.
"Saya ditanya apakah pemegang saham atau tidak," kata Bambang kepada wartawan di Gedung KPK, Kamis (9/1)
Tidak banyak komentar yang diberikan Bambang terkait pemeriksaannya hari ini. Bambang hanya membantah ketika ditanyai wartawan apakah dirinya memberikan perintah kepada Lusita Ani Razak.
Lusita merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam pengurusan perkara tanah yang ditandatangani oleh Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat, untuk menyuap Kepala Kejaksaan Negeri Praya, M Subri.
"Tidak (memerintahkan), tidak ada," ujar Bambang sambil berlalu.
Terkait kasus ini, sebelumnya KPK telah melakukan penggeledahan di kediaman Bambang, di Jalan Intan No 8 Cilandak, Jakarta pada Selasa (17/12) lalu. Dalam penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah dokumen yang diduga terdapat jejak-jejak tersangka di dalamnya.
KPK juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mencegah Bambang yang juga merupakan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Kosgoro. Pencegahan ini berlaku selama enam bulan ke depan, terhitung sejak 15 Desember 2013.
Bambang diketahui sebagai Direktur PT Pantai Aan yang melaporkan Sugiharta alias Along atas tuduhan mencaplok lahan kawasan wisata milik PT Pantai Aan di Selong Belanak, Praya Barat, Lombok Tengah.
Kini, Along menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Praya (PN Praya). Pada Kamis (28/11), Along dituntut tiga tahun penjara oleh tim jaksa PN Praya.
Diduga, pemberian suap kepada Subri berkaitan dengan perkara dugaan pemalsuan dokumen lahan dengan terdakwa Sugiharto alias Along tersebut.
Pemberian suap diduga dilakukan melalui Lusita Anita Razak yang tertangkap tangan bersama Subri di sebuah kamar hotel di Lombok pada Minggu (15/12). KPK menetapkan Subri dan Lusita sebagai tersangka suap dengan barang bukti uang yang nilainya sekitar Rp 213 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News