Reporter: Fahriyadi, Dea Chadiza Syafina | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Niat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membonsai kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) makin kentara. Komisi III DPR rupanya sudah memasukkan draf revisi Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK ke Badan Legislatif (Baleg) DPR.
Isinya draf revisi tentu saja melemahkan posisi KPK. Tapi, oleh Baleg DPR, draf revisi beleid KPK itu dikembalikan lagi ke Komisi III DPR. Baleg menilai, ada perubahan dan penambahan pasal-pasal baru yang bermuatan pelemahan terhadap kewenangan lembaga independen antikorupsi tersebut.
Ada tiga poin yang berpotensi membonsai peran KPK, yakni penghilangan wewenang penuntutan, pembatasan penyadapan, serta pembentukan dewan pengawas.
Ignatius Mulyono, Ketua Baleg DPR mengatakan, posisi draf revisi UU KPK saat ini berada di Komisi III DPR untuk pendalaman karena pembahasannya belum final. "Masing-masing fraksi membutuhkan waktu untuk mendalami draf revisi tersebut," katanya, kemarin.
Politikus Partai Golkar ini juga menegaskan sikap partainya yang mendukung revisi UU KPK dengan syarat bukan untuk melemahkan lembaga tersebut. "Sikap kami jelas tidak untuk melemahkan KPK. Kalau bisa KPK diberikan penguatan lagi untuk betul-betul menjalankan tugasnya," tandas dia.
Gandjar Laksmana, pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) menilai, revisi UU KPK berpotensi melemahkan KPK. "Kalau kewenangan penuntutan dihilangkan, KPK ibarat tukang belanja bahan makanan sedangkan kokinya orang lain yakni kejaksaan," sindirnya.
Menurut Gandjar, Kejaksaan belum maksimal menjalankan kewenangan penuntutan perkara korupsi. Dus, kalau kewenangan penuntutan dari KPK dicabut akan berakibat fatal.
Alvon Kurnia Palma, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menambahkan, rencana revisi beleid tersebut sarat kepentingan dan mengerdilkan fungsi KPK. "Misal, dewan pengawas yang diusulkan DPR bisa mengintervensi kerja KPK," jelasnya.
Alvon bilang, Komisi III DPR sudah cukup menjadi pengawas bagi pimpinan KPK. Selain itu, KPK sudah mempunyai dewan penasehat yang sekaligus berperan sebagai pengawas. "UU 30/2002 masih relevan dan belum perlu direvisi," kata Alvon.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News