kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,70   5,97   0.67%
  • EMAS1.363.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bakal Lanjutkan Hilirisasi, AMIN: Dengan Prioritaskan Serapan Tenaga Lokal


Jumat, 08 Desember 2023 / 12:41 WIB
Bakal Lanjutkan Hilirisasi, AMIN: Dengan Prioritaskan Serapan Tenaga Lokal


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menjanjikan bakal melanjutkan agenda hilirisasi yang dilakukan pemerintah saat ini. 

Namun, Sekretaris Dewan Pakar Timnas AMIN, Wijayanto Samirin menyebut, hilirisasi  nantinya akan dipastikan memprioritaskan serapan tenaga kerja dari lokal. 

"Hilirisasi dilanjutkan, tetapi perlu memastikan tenaga kerja lokal terserap dan diprioritaskan," kata Wijayanto, Jumat (8/12).

Selain itu, hilirisasi juga akan memastikan agar UMKM lokal juga menjadi bagian dari supply chain-nya. Kemudian pasangan AMIN juga akan fokus pada perbaikan proses dari hulu untuk menjaga keberlanjutan lingkungan.

"Selain itu, pembangunan smelter baru, didorong untuk memanfaatkan energi terbarukan, misalnya air. Selain itu, hilirisasi didorong menuju industrialisasi, artinya tidak cukup kita mengekspor stainless steel atau nickel, tetapi perlu memproduksi komponen, battery, dan lainnya. Nilai tambah yang sesungguhnya ada di proses industri," kata Wijayanto.

Baca Juga: KPU Rapat Bareng Timses untuk Tetapkan Format Debat Pilpres

Wijayanto menambahkan, jika AMIN terpilih nanti, industri yang akan menjadi fokus pengembangan, diantaranya industri otomotif (termasuk battery dan EV), industri pertanian dan perikanan, industri komponen/peralatan, industri farmasi dan industri fast moving consumer goods (FMCG).

Selain itu, industri kreatif juga menjadi prioritas pasangan capres-cawapres ini, termasuk sektor kuliner, film, budaya dan pariwisata. 

"Kita punya potensi besar sebagai produser sekaligus sebagai pasar bagi produk kita sendiri," imbuhnya. 

Pemilihan fokus industri tersebut, kata Wijayanto, lantaran Indonesia memiliki bekal daya saing di sektor tersebut. Selain itu, industri-industri tersebut juga menciptakan banyak lapangan kerja berkualitas. 

Hal ini sejalan dengan agenda program AMIN yang menargetkan penciptaan 15 juta lapangan kerja berkualitas. 

"Saat ini 60% lapangan kerja kita berasal dari sektor informal yang tentunya sangat tidak ideal, karena para pekerja tidak mendapatkan upah yang layak, fasilitas kesehatan yang memadai, dan tidak mendapatkan pengayaan skill," ujarnya. 

Wijayanto mengatakan, iklim bisnis Indonesia saat ini dinilai kurang kondusif, sehingga investor lebih memilih berinvestasi di sektor yang sederhana, misalnya komoditi, atau sektor yang memang hanya ada di Indonesia seperti batubara dan nikel. 

Sementara, untuk industri yang lebih rumit, menurutnya investor lebih memilih Thailand dan Vietnam. Bahkan Kamboja dan Filipina kata Wijayanto seringkali dipandang lebih menarik. 

"Dampaknya, dalam 10 tahun terakhir, industri manufaktur kita tumbuh lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi, fenomena ini sering disebut dengan deindustrialisasi," jelasnya. 

Maka, apabila Indonesia ingin mengundang investasi di sektor industri, maka iklim bisnis harus diperbaiki. Antara lain dengan cara penyederhanaan regulasi, suap harus dihilangkan, penekanan biaya logistik, regulasi ketenagakerjaan disederhanakan, mempermudah perizinan.

Selanjutnya harus ada dorongan terhadap ketersediaan pendanaan, dan kepastian hukum. "PR kita banyak sekali, akibat sudah terlalu lama kita lupa memperbaiki diri," kata Wijayanto.

Sedangkan pada ekonomi digital, Wijayanto  mengatakan, AMIN menilai harus ada regulasi yang tidak directive, tetapi fasilitatif. Dimana digital talent perlu diciptakan melalui program pendidikan yang inovatif. Serta digital literacy perlu diperkuat. Selain itu, infrastruktur digital juga perlu ditingkatkan kualitas dan cakupannya. 

Ia menyoroti saat ini peran teknologi digital cenderung kuat di hilir saja, seperti transaksi, pembayaran, dan delivery. Maka ke depan, proses produksi juga harus ditingkatkan dengan teknologi digital, sehingga efisien, berkualitas dan kompetitif. 

"Dampaknya transaksi tidak didominasi produk asing dan kita tidak terjebak dalam trade deficit yang makin dalam. Jadi, disektor mineral kita dorong hilirisasi (downstreaming), di ekonomi digital perlu kita dorong huluisasi (upstreaming)," ujarnya.

Baca Juga: Ganjar-Mahfud Janji Siap Babat Habis Praktik KKN Jika Terpilih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×