kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Australia hentikan proyek pemulihan lahan gambut


Selasa, 02 Juli 2013 / 16:55 WIB
Australia hentikan proyek pemulihan lahan gambut
ILUSTRASI. Seorang petugas memperlihatkan sejumlah produk logam mulia emas di gerai Pegadaian Galeri24, Jakarta. (KONTAN/Fransiskus Simbolon)


Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah Australia memastikan akan menghentikan kemitraan Indonesia-Australia dalam pelestarian hutan-hutan atau lahan gambut di Kalimantan. Hal ini juga ditekankan dengan pemberitaan di beberapa media Australia salah satunya Western Australia Today.

Disebutkan, pemerintah Australia akan mengakhiri sisa nilai proyek sekitar 47 juta dollar Australia (A$) untuk memulihkan sekitar 25.000 hektare (ha) lahan gambut di Kalimantan. 

Jumlah tersebut merupakan sebagian dari total nilai proyek sebesar A$ 100 juta untuk melestarikan 70.000 ha hutan lahan gambut, membanjiri kembali 200.000 ha lahan gambut kering dan menanam 100 juta pohon baru di atas lahan gambut Kalimantan.

Asisten Ahli  Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), William P Sabandar, mengatakan, pemerintah akan menerima secara terbuka jika pihak pemerintah Australia ingin membahas soal kelanjutan kemitraan Indonesia-Australia terkait lahan gambut di Kalimantan.

"Namun perlu dicatat secara resmi kami belum menerima informasi terkait rencana pemerintah Australia tersebut," ujarnya kepada Kontan, Selasa (2/7).

Menurut William, sejauh ini kemitraan atau realisasi proyek pengelolaan lahan gambut di Kalimantan berjalan dengan baik. Ia memastikan, bahwa pengelolaan lahan gambut harus berdasarkan proyek jangka panjang.

"Pengelolaan hutan gambut tidak cukup hanya berupa proyek jangka pendek tetapi harus komprehensif dan melibatkan masyarakat sekitar," ujarnya.

William mengatakan, kemitraan Indonesia dan Australia terkait pengelolaan hutan gambut sudah terjalin cukup lama atau sejak tahun 2007 sehingga membutuhkan komunikasi lebih lanjut.

Kemitraan ini juga menjadi bagian dari semangat rencana aksi nasional tentang pengendalian perubahan iklim.   Proyek ini juga dinilai mampu mengurangi buangan 700 juta ton gas rumah kaca selama 30 tahun.

Menurut William, idealnya proyek ini harus tetap dilanjutkan karena akan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Ia menilai, kerja sama dengan Australia merupakan komitmen untuk jangka panjang sehingga perlu untuk dilanjutkan.

Pengamat Lingkungan, Berry Nahdian Furqan, menilai, pelaksanaan kemitraan Indonesia dan Australia dalam pengelolaan lahan gambut di Kalimantan masih belum efektif. "Banyak terjadi konflik antara masyarakat sekitar dengan tim pelaksanaan kemitraan di lapangan," ujarnya.

Harus merangkul masyarakat sekitar

Menurut Berry yang juga mantan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), pendekatan pengelolaan hutan gambut di Kalimantan tidak berbasis situasi dan karakteristik masyarakat lokal. Sehingga, menyebabkan banyak masyarakat yang tidak bisa leluasa melakukan aktifitas di hutan gambut kelolaan tim pelaksana kemitraan.

"Seharusnya pemerintah merangkul masyarakat sekitar dalam mendukung pelaksanaan teknis pengelolaan hutan gambut. Jangan hanya dilibatkan dalam sosialisasi saja," ujarnya.

Berry menuturkan, pihak masyarakat lokal di Kalimantan dengan difasilitasi Walhi pernah datang ke Australia untuk bertemu pihak parlemen Australia.

Dalam pertemuan tersebut masyarakat lokal menolak upaya pengelolaan kemitraan Indonesia-Australia yang tidak melibatkan atau bersikap baik dengan masyarakat lokal.

Menurut Berry, pada tahun 2012 lalu pihak parlemen Australia juga datang ke Indonesia untuk bertemu dengan perwakilan Walhi. Ia menilai, desakan dari eksternal ini memungkinkan menjadi salah satu faktor pihak Australia menghentikan proyek pengelolaan gambut di Kalimantan.

Ia menambahkan, bahwa juga terjadi ketidakterturan birokrasi dimana penanggung jawab pemulihan hutan Gambut di Kalimantan diserahkan kepada UKP4. "Kenapa harus UKP4 ? dengan segala kekurangannya seharusnya Kementerian Kehutanan yang bertanggung jawab atau Kementerian Lingkungan Hidup yang lebih ahlinya," ujarnya.

Berry beranggapan, ketidakjelasan birokrasi ini juga mungkin menjadi faktor lambatnya pemulihan hutan gambut di Kalimantan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×