kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan jaminan kecelakaan kerja bagi PNS digugat


Kamis, 22 September 2016 / 19:13 WIB
Aturan jaminan kecelakaan kerja bagi PNS digugat


Reporter: Handoyo | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2015 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja Dan Jaminan Kematian Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara digugat ke Mahkamah Agung (MA). Kewenangan yang diberikan dalam beleid tersebut dinilai bertentangan dengan tiga ketentuan di atasnya, yakni Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN), UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

Permohonan uji materi itu telah didaftarkan pada Rabu (21/9). Empat Pegawai Negeri Sipil (PNS) mengajukan permohonan uji materi tersebut adalah Budi Santoso, dosen pada Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dwi Maryoso dari lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, Feryando Agung dan Oloan Nadeak dari lingkungan Kementerian Tenaga Kerja.

Substansi yang menjadi persoalan adalah Pasal 7 dalam PP 70/2015 yang memberikan kewenangan kepada PT Taspen (Persero) untuk mengelola program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara.

Menurut mereka, berdasarkan ketiga UU, yang berwenang menyelenggarakan kedua program di atas adalah badan hukum publik BPJS Ketenagakerjaan yang berprinsip nirlaba dan tidak mengejar keuntungan, bukan PT Taspen sebagai badan usaha yang tujuannya untuk mencari keuntungan.

"Masalah Jaminan Sosial ini adalah kewajiban negara," kata Budi, Kamis (22/9).

UU ASN memerintahkan agar Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian yang diberikan kepada ASN sesuai dengan program SJSN. Berdasarkan SJSN, maka yang menyelenggarakan Progam Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian adalah BPJS Ketenagakerjaan.

Berdasarkan Pasal 57 juncto Pasal 65 UU BPJS, PT Taspen tetap melaksanakan kegiatan operasional penyelenggaraan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun bagi pesertanya, termasuk penambahan peserta baru sampai dengan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.

Dalam hal ini, PT Taspen tidak diperkenankan untuk menambah program baru, seperti program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

Untuk kepentingan ini, Pasal 65 ayat (2) UU BPJS memerintahkan PT Taspen menyusun roadmap pengalihan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan.

Akan tetapi, Taspen justru membuat roadmap yang isinya ingin mengadakan revisi UU BPJS, dengan membatalkan pengalihan.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar mengatakan, selain tiga UU tersebut masih ada satu aturan yang bertolak belakang dengan PP Nomor 70 tahun 2015 tersebut. Ketentuan itu ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 tahun 2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial khususnya pasal 5 dan pasal 6.

Dalam aturan tersebut, khususnya pasal 5 dan pasal 6 menyatakan bila pemberi kerja penyelenggara negara wajib mendaftarkan pekerjanya dalam program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan hari tua, program jaminan pensiun dan program jaminan kematian secara bertahap kepada BPJS Ketenagakerjaan. Untuk program jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian penahapannya dimulai paling lambat 1 juli 2015.

Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, uji materi yang dilakukan terhadap PP Nomor 70 tahun 2015 itu merupakan hak dari setiap warga. Namun yang pasti menurut Hanif skema perlindungan warga negara akan mengarah pada BPJS Ketenagakerjaan. "Cepat atau lambat PNS harus terkover oleh BPJS Ketenagakerjaan," kata Hanif.

Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dede Yusuf mengatakan, pihaknya akan segera memanggil pemangku kepentingan yang berkaitan dengan hal ini. "Kami akan dalami dan memanggil pihak-pihak yang berkaitan," kata Dede.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×