kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Aturan baru dana kapitasi JKN masih bermasalah


Senin, 06 Juni 2016 / 18:34 WIB
Aturan baru dana kapitasi JKN masih bermasalah


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

Jakarta. Terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 21 tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Milik Pemerintah Daerah masih menuai banyak catatan.

Kehadiran Permenkes No 21 Tahun 2016 yang merevisi Permenkes No 19 Tahun 2014 ini dinilai cukup baik. Walau demikian, ada beberapa catatan yang harus dicermati utamanya terkait dengan penentuan alokasi dana kapitasi yang masih menjadi keputusan Kepala Daerah dan Kepala SKPD dinas kesehatan Kabupaten atau Kota.

Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah Tonang Dwi Ardyanto mengatakan, dalam Permenkes yang baru ini masih ada celah sehingga berpotensi menimbulkan keresahan di lapangan. "Ada beberapa yang terlewat sehingga ribut," kata Tonang.

Setidaknya ada dua poin yang menjadi sorotan Tonang dalam beleid baru ini. Pertama, mengenai penilaian dari jasa kesehatan. Kedua, terkait dengan adanya aturan yang terperinci di dalam pemerintah kabupaten atau kota.

Pasal 3 ayat (4) Permenkes ini menyatakan bahwa Besaran alokasi pembayaran jasa pelayanan kesehatan dan biaya operasional pelayanan kesehatan ditetapkan setiap tahun dengan Keputusan Kepala Daerah atas usulan Kepala SKPD Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, penentuan alokasi Dana Kapitasi ini cukup rawan untuk dimainkan oleh elit Pemda. "Kepala Daerah dan Dinkes cenderung nantinya menekan biaya pembayaran jasa pelayanan kesehatan kepada para dokter atau para medis dan pekerja lainnya," kata Timboel, kemarin.

Sekedar catatan, alokasi untuk biaya pembayaran jasa hanya ditentukan 60% saja sebagai alokasi syarat minimal. Sedangkan 40% digunakan untuk biaya operasional FKTP seperti untuk belanja modal dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

Padahal, dalam anggaran Pemda juga diwajibkan alokasi angaran untuk kesehatan 10%. Bertumpu pada keputusan Kepala Daerah tersebut maka Permenkes ini berpotensi juga menciptakan tumpang tindih penggunaan anggaran Kesehatan dari APBD dan Dana Kapitasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.

Oleh karena itu, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan harus membuat Petunjuk Pelaksana (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) penggunaan Dana Kapitasi ini. Sehingga transparansi terkait dengan penggunaan dana kapitasi ini sehingga bisa 100 persen digunakan untuk FKTP.

Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek mengakui, saat ini masih ada tumpang tindih kebijakan yang terjadi antara pemerintah pusat dengan daerah. "Itu memang jadi masalah, harus dibicarakan dengan Kementerian Dalam Negeri," kata Nila.

Dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang masih berjalan dua tahun, perbaikan-perbaikan program terus diupayakan untuk dilakukan perbaikan. Pihaknya juga terbuka terhadap masukan-masukan sehingga, bila ada kekurangan dapat segera teratasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×