Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Meski belum terbit, perusahaan penyedia tenaga kerja alih daya atau outsourcing menolak rencana penetapan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) tentang Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.
Perusahaan outsourcing yang tergabung dalam Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) sudah menyiapkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menilai, beleid baru itu berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja (PHK) para pekerja alih daya.
Wisnu Wibowo, Ketua Umum (ABADI) menyatakan, pihaknya menolak jika Permenakertrans yang akan dikeluarkan pemerintah hanya mengakomodasi pekerjaan alih daya cuma lima bidang, yaitu cleaning service, sekuriti, katering, transportasi dan jasa tambang atau migas. "Kami meminta pemerintah meninjau kembali karena akan banyak tenaga kerja kehilangan pekerjaannya," katanya, kemarin.
Asal tahu saja, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar akan menerbitkan Permenakertrans Outsourcing yang terbaru pekan ini, guna mengakhiri polemik hubungan industrial antara buruh dan pengusaha.
Rencananya, dalam beleid tersebut jenis pekerjaan alih daya hanya ada lima. Muhaimin berjanji aturan ini akan terbit Jumat ini (2/11).
Menurut Wisnu, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah sangat jelas membolehkan bidang pekerjaan lain selain yang lima dialihdayakan.
"Kalau aturan baru outsourcing diterapkan, perusahaan pemberi kerja hanya sanggup mengangkat pegawai outsourcing sebesar 30%-40% menjadi karyawan tetap atau kontrak dari total pekerja yang ada," paparnya. Artinya, Wisnu bilang, bisa dipastikan akan terdapat ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat pemberlakuan aturan kontroversi itu.
Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengamini bila keputusan pemerintah menetapkan kebijakan pembatasan bidang pekerjaan yang boleh di-outsourcing akan merugikan banyak pihak. "Dapat dipastikan bahwa akan ada pihak yang melakukan gugatan ke pengadilan," ujarnya. Menurut Sofjan, langkah pemerintah tersebut juga melanggar amanat UU Ketenagakerjaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News