Reporter: Abdul Basith Bardan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengamat Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas mengkritisi longgarnya aturan mengenai alih fungsi lahan.
Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, aturan alih fungsi lahan dibuat lebih longgar. Beleid tersebut merevisi UU nomor 22 tahun 2019 tentang Sistem Pertanian Budidaya Berkelanjutan.
"UU Cipta Kerja lebih longgar, sudah jelas lahan pertanian dalam UU Cipta Kerja akan berkurang lebih cepat," ujar Dwi saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (6/9).
Pada pasal 19 ayat 3 UU 22/2019 terdapat syarat untuk alih fungsi lahan. Antara lain adalah dilakukan kajian strategis, disusun rencana alih fungsi lahan, dibebaskan kepemilikan haknya dari pemilik, dan disediakan lahan pengganti terhadap lahan budi daya Pertanian.
Pada RUU Cipta Kerja ketentuan tersebut dihapus. Selain itu RUU Cipta Kerja juga mengubah Pasal 19 ayat 4 UU 22/2019 mengenai lahan pertanian dengan jaringan pengairan lengkap tak dapat dialihfungsikan.
Baca Juga: Bahas kluster pertanian RUU Cipta Kerja, alih fungsi lahan masih jadi polemik
Ketentuan tersebut berganti dengan dapat dialihfungsikan untuk kepentingan umum dan/atau Proyek Strategis Nasional. Padahal Dwi bilang sebelumnya luas baku lahan sawah berkurang pesat dalam 7 tahun.
"Berdasarkan BPN luas baku lahan sawah tahun 2012 8,4 juta hektare (ha), tahun 2019 luas baku lahan sawah itu 7,4 ha. Berkurang 1 juta dalam 7 tahun," terang Dwi.
Melihat itu Dwi menegaskan bahwa data tersebut merupakan luas baku lahan sawah. Hal itu merupakan lahan sawah yang memiliki sistem irigasi yang baik tapi tak bertahan dari alih fungsi.
Selain peraturan, Dwi juga menerangkan alasan lahan sawah beralih fungsi. Salah satunya adalah masalah kepemilikan yang membuat lahan sawah diwariskan lebih berpotensi dijual karena luasannya yang berkurang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News