Reporter: Benedicta Prima | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembangunan kilang minyak bisa menjadi salah satu cara untuk menekan defisit neraca perdagangan. Sebab defisit neraca dagang Indonesia yang mencapai rekor terbesar sepanjang sejarah sebesar US$ 8,57 miliar di tahun lalu, disebabkan defisit neraca migas yang mencapai US$ 12,4 miliar.
"Impor tinggi karena minyak dan produk minyak, kalau mau balance ya memperbaiki struktur minyak," jelas mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi yang saat ini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Darma Henwa Tbk saat ditemui Kontan.co.id, Jumat (25/1)
Upaya meningkatkan produksi produk minyak dari dalam negeri dengan cara membangun kilang minyak. Pembangunan kilang juga akan memacu pembangunan 16 industri turunannya. Dengan demikian, Indonesia tak lagi ketergantungan pada impor produk petrokimia.
Pertamina sendiri memiliki dua proyek besar yaitu pengembangan empat kilang lama dalam proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di Balikpapan, Cilacap, Dumai, dan Balongan. Serta proyek pembangunan dua kilang baru dalam proyek Grass Root Refinery (GRR) yang rencananya akan dibangun di Tuban dan Bontang.
Sayangnya, perkembangan terbaru menunjukkan pembangunan kilang baru masih nihil, serta peningkatan kapasitas kilang lama dan pembangunan jaringan gas belum menunjukkan kemajuan berarti selama empat tahun terakhir.
Pekan lalu (17/1), Sekretaris Jenderal Asosiasi Daerah Penghasil Migas Andang Bachtiar menyebutkan implementasi RDMP berupa pengembangan kapasitas kilang Cilacap, Plaju, Balongan, Dumai, dan Balikpapan dengan investasi Rp 246 triliun berjalan sangat lambat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News