kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia tolak RUU Cipta Kerja, ini tiga alasannya


Kamis, 13 Agustus 2020 / 17:02 WIB
Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia tolak RUU Cipta Kerja, ini tiga alasannya
ILUSTRASI. Massa yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia-Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Jateng berunjuk rasa di depan kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jateng di Semarang, Jawa Tengah, Rabu (29/7/2020).Dalam aksi tersebut massa


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja lantaran dinilai tidak sejalan dengan tiga prinsip yang selama ini dijaga.

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat menuturkan, tiga prinsip yang ada tersebut, pertama, prinsip tentang jaminan pekerjaan. Kedua, prinsip jaminan pendapatan, dan ketiga, prinsip jaminan sosial.

"Ada tiga prinsip yang perlu dijaga kenapa kami sangat kuat menolak adanya omnibus law cipta kerja. Itu jadi poin utama kami," jelas Mirah saat dihubungi Kontan.co.id pada Kamis (13/8).

Mirah menegaskan, berdasarkan tiga prinsip tersebut, serikat buruh menolak terkait beberapa hal di RUU tersebu. Antara lain terkait adanya upah satuan waktu yang diusulkan dalam klaster ketenagakerjaan beleid sapu jagat tersebut, yang akan menghilangkan upah minimum kota/kabupaten.

Baca Juga: KSPI: Mayoritas serikat buruh tetap tolak RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan

Kemudian adanya formula perhitungan upah yang diusulkan berdasarkan pertumbuhan ekonomi saja. Padahal pada Peraturan Pemerintah (PP) No 78 tahun 2015, memformulasikan penentuan upah minimum melalui kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar.

"Kemudian soal uang pesangon, di RUU emang tidak ada uang pesangon ilang, tapi komponen untuk hitung uang pesangon itu dihilangin, artinya sama saja hilang uang pesangon. Kan upahnya jadi upah persatuan waktu. Pasal pesangon ngga ilang tapi komponen buat hitung pesangon hilang sama aja kan artinya ilang," jelasnya.

Selanjutnya, Aspek Indonesia menolak pasal yang menerangkan perluasan sektor outsourcing, perpanjangan batas waktu kontrak pegawai, dan mengenai pasal yang dianggap mempermudah tenaga kerja asing.

"Karena itu tadi jadi seakan mempermudah PHK, kemudian tidak adanya upah lembur karena fleksibiltas jam kerja, bicara tentang cuti lahiran, cuti haid bagi wanita dan cuti keagamaan dan lainnya ngga ada karena upah perjam, dan sanksi pidana jadi ngga ada karena proses bipatrit dan lainnya ngga ada kan upah perjam," imbuhnya.

Mirah menyayangkan tidak dilibatkannya para serikat dan asosiasi pekerja sejak awal rancangan tersebut dibuat. Ia juga menyebut bahwa pada saat pandemi saat ini baiknya pemerintah fokus pada penanganan sektor kesehatan yang terjadi karena pandemi.

Terkait pertemuan serikat buruh dengan anggota DPR pada beberapa hari lalu, Mirah menyambut positif dengan adanya kesepakatan dibentuknya tim kerja antara Serikat Pekerja dan DPR yang yang membahas pasal-pasal dari klaster Ketenagakerjaan di RUU Cipta kerja.

Baca Juga: Pembahasan klaster ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja belum jelas, ini penjelasan Baleg

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×