kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Asosiasi rumah sakit swasta tegaskan tidak mudah menyatakan pasien menderita Covid-19


Rabu, 07 Oktober 2020 / 15:26 WIB
Asosiasi rumah sakit swasta tegaskan tidak mudah menyatakan pasien menderita Covid-19
ILUSTRASI. Petugas medis siap mengantarkan warga yang berstatus Orang Tanpa Gejala (OTG) untuk masuk kedalam bus di depan Puskesmas Jatinegara, Jakarta, Rabu (23/09/2020).


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi menyebut sulit sekali bagi Rumah Sakit (RS) untuk melakukan manipulasi data pasien Covid-19. Hal itu lantaran terdapat prosedur yang ketat dan terstruktur dalam penanganan pasien Covid-19.

Pihak RS baik tenaga kesehatan, dokter, perawat dan lainnya selama ini mengenai pemeriksaan klinis mengikuti peraturan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) termasuk juga dalam pengajuan klaim dari pelayanan pasien Covid-19.

"Ngga mudah kayak asal mengcovidkan langsung dibayar ngga mudah. Ada prosedur yang panjang," jelas Ichsan kepada Kontan.co.id pada Rabu (8/10).

Ia memberikan contoh misalnya saja terdapat pasien yang masuk RS sudah dalam kondisi demam dengan gejala Covid-19, kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium dan hasil menunjukan ada indikasi ke arah Covid-19. Lalu si pasien tiba-tiba mengalami perburukan keadaan hingga pada akhirnya meninggal.

Baca Juga: Wisma Makara UI terganjal nomenklatur untuk menampung pasien Covid-19 di Depok

Namun hasil swab test si pasien tersebut belum keluar masih menunggu tiga atau empat hari kemudian. Maka demi keamanan bersama dilakukan prosedur penanganan Covid-19 dalam pemakamannya.

"Saat itu hasil swab belum keluar masih tunggu 3-4 hari. Nah kemudian karena pemeriksaan klinis sudah kesana ke arah gejala covid. Ya ini pasien akan di makamkan sesuai protokol covid untuk keamanan bersama. Kecuali kalau kita mampu hasil swab keluar dalam hitungan jam berikutnya," jelas Ichsan.

Kembali Ichsan menegaskan bahwa tidak mudah bagi RS untuk memanipulasi data pasien Covid-19 atau istilahnya yang beredar adalah "mengcovidkan" pasien.

Sebelum berkas dibawa ke BPJS Kesehatan dalam hal pengajuan klaim. Ichsan menyebut ada proses dimana akan diperiksa oleh Komite Medik di RS tersebut.

"Misalnya, kan gini tadi kan semua di periksa sama komite medik ada dokter spesialis dan lainnya, jadi berkas itu bener ngga, ini belum dibayar ya. Nah habis itu diperiksa lagi ke BPJS kesehatan, di BPJS diverifikasi lagi dan ngga mudah. Di BPJS itu diperiksa detail sekali, kalau ngga layak bayar ya ngga dibayar. Kalau misalnya layak bayar ya dibayar," tegas Ichsan.

Baca Juga: Ada libur panjang, infeksi harian virus corona di Korea Selatan tembus 100 lagi

Segala tindakan yang dilakukan RS dalam penanganan pasien Covid-19 dijelaskan kembali oleh Ichsan sudah mengikuti apa yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan.

"Adapun rasanya untuk mengenai [pemeriksaan] klinis sebetulnya kita mengikuti peraturan yang sudah ada, yang ditetapkan Kemenkes, prosedur klaim kami pun ikuti peraturan menteri kesehatan (PMK), jadi kalau toh pun dari kami lolos pasti akan diseleksi lagi sama BPJS, tidak mudah juga yang dibilang kami mengcovidkan karena itu nanti ada diperiksa sama komite medik, kemudian berkas kami diperiksa oleh BPJS. Jadi kalau ngga sesuai ya dikembalikan," jelasnya.

Namun secara garis besar, Ichsan mengatakan bahwa saat ini para tenaga kesehatan baik dokter, perawat dan lainnya tetap fokus pada pelaksanaan tugas dalam menangani pasien Covid-19. Dimana kondisi saat ini pertambahan kasus baru masih terus ada.

"Sebenarnya kami di RS fokus dengan memberikan pelayanan kepada pasien. Karena kondisinya walau sedang PSBB kondisi juga belum turun masih banyak pasien, jadi biarkan kami yang di RS tenaga medis, perawat, dokter dan lainnya fokus ke perawatan pasien," ungkap Ichsan.

Ichsan menyayangkan adanya statemen mengenai RS memanipulasi data pasien Covid-19. Hal itu dikhawatirkan dapat mengurangi tingkat kedisiplinan masyarakat dalam pelaksanaan 3M (memakai masker, mencuci tang dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak).

"Yang saya khawatirkan kalau statemen seperti itu, jadi masyarakat jadi ngga taat 3M. Kan sudah ada stigma ini permain global segala macem, kalau pejabat ditambah gitu dikhawatirkan masyarakat jadi nanti gimana, kita padahal sudah edukasi dan sosialisasi 3M," kata Ichsan.

Baca Juga: 3.161 Pasien Covid-19 dirawat di Wisma Atlet Kemayoran pada Rabu (7/10)

Ichsan menyebut kini banyak tenaga medis yang sudah mulai kelelahan. Ia tak menampik hal tersebut melihat kondisi pasien Covid-19 terus bertambah. Namun, Ichsan meminta agar semua pihak dapat terus memberikan support dan semangat kepada para tenaga medis yang berjuang menangani Covid-19.

"Kondisi hampir 6 bulan ini, temen-temen di lapangan memang cukup lelah, kami harap bisa cepet turun infeksi dan harapkan support berbagai pihak. Mohon supportnya," harapnya.

Adapun Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih menyebut bahwa sampai sekarang belum ada laporan resmi ke pihaknya terkait adanya kemungkinan RS mengcovidkan pasien.

"Tidak ada laporan ke kita [soal mengcovidkan]. Hanya informasi-informasi saja, tapi belum ada yg melapor. Kebanyakan lapor tentang bansos. Dan sudah selesai 5 Agustus posko online penanganan aduan covid sudah kita tutup," terang Alamsyah.

Jika nantinya ada laporan masuk terkait dengan manipulasi data pasien Covid-19, Alamsyah menyebut akan menanganinya dengan skema reguler. Dengan artian Ombudsman tidak membuat posko khusus yang ditujukan untuk pelaporan hal tersebut seperti Bansos.

Baca Juga: Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, berhasil keluar dari zona merah Covid-19

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×