Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia
JAKRTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan seluruh proses pendirian Museum Maritim di kawasan Pantai Marina selesai 2015. Saat ini, proses pembangunannnya sudah 40%.
Arie Budiman, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, menyebutkan, proses dan biaya pembangunan museum sepenuhnya ditangani oleh PT Marina Batavia Sunda Kelapa. Perusahaan itu dikenal sebagai pemilik resor Batavia Marina, di Teluk Marina, Jakarta Utara.
Resor terdiri atas restoran, ballroom—yang biasa disewa untuk gedung pernikahan maupun rapat, dan dermaga. Kapal-kapal pesiar mewah biasa berlabuh di dermaga. Restoran dan ballroom memiliki sekitar empat tingkat dan di depannya terdapat menara mirip mercusuar.
”Koleksi museum berupa replika kapal-kapal yang pernah berlayar keliling dunia. Peralatan teknologi perkapalan modern juga akan menjadi salah satu daya tarik museum,” kata Arie, seusai pertemuan di Balai Kota, Rabu (24/7).
Menurut dia, keberadaan Museum Maritim tersebut bisa meningkatkan wisata lokal dan internasional untuk Jakarta Utara ataupun provinsi.
”Pemerintah berharap, museum jadi bagian tak terpisahkan dari perkembangan industri kelautan di Jakarta Utara. Saat ini, kawasan telah memiliki hotel, restoran, dermaga kapal pesiar, dan pusat hiburan. Akan tetapi, aspek sarana edukasi kepada masyarakat belum ada,” ujar Arie.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyambut baik pendirian museum itu. ”Museum dapat menjadi sarana belajar bagi anak-anak hingga orang dewasa tentang sistem perkapalan tradisional sampai modern,” ujarnya.
Museum Bahari
Pemerintah provinsi DKI Jakarta sebelumnya telah memiliki Museum Bahari yang terletak di Penjaringan, Jakarta Utara. Museum ini diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1977.
Museum menempati gedung Kasteel Batavia yang dibangun pada abad ke-18. Saat ini, museum hanya memiliki 800 dari 1.120 koleksi yang kondisinya masih bagus. Rembesan air rob dan hujan menjadi penyebab rusaknya beberapa koleksi.
Akses masuk ke museum harus melewati sejumlah pedagang kaki lima yang berjualan di depan museum. Para pedagang bahkan ada yang mendirikan lapak di samping dua meriam dan mercusuar koleksi museum yang terletak di pelataran museum.
Salah seorang turis asal Jepang, Mak Kawase, menuturkan keheranannya terhadap jalan depan museum. ”Banyak pedagang kaki lima tidak ditata oleh pemerintah,” kata dia.
Mak juga mengeluhkan penataan koleksi dan kelengkapan koleksi. ”Pencahayaan kurang dan saya tidak bisa menangkap cerita dari sejarah bahari Indonesia,” ungkapnya.
Kawasan museum juga berada di lingkungan permukiman pemulung dan penjual perlengkapan kapal. Penduduk menempati gedung-gedung bekas bangunan Belanda yang atapnya sudah miring. ”Ini menjadi salah satu pemandangan buruk yang ditanyakan oleh turis asing,” ujar Kepala Seksi dan Edukasi Museum Bahari Irfal Guci.
Irfal mengatakan, ketidaktahuannya terhadap pendirian Museum Maritim di Teluk Marina. ”Saya setuju kalau ada penambahan museum, apalagi bertema kelautan,” katanya. (A05)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News