Reporter: Rika | Editor: Edy Can
NUSA dUA. Rupanya negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, plus China, Korea Selatan, dan Jepang (ASEAN+3) masih sulit lepas dari peran International Monetary Fund (IMF). Peran IMF masih diperlukan ketika terjadi kriris terutama bila skala gangguannya besar.
Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN, Puspanathan Sundram mengakui ASEAN belum bisa independen dari IMF. "Ini salah satu kelemahan kami. Kesepakatan Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) sekadar melengkapi IMF, masih jauh sekali menuju ASEAN Monetary Fund," ujarnya dalam pertemuan 15th ASEAN Finance Ministers Meeting di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/4).
Cita-cita membentuk ASEAN Monetary Fund muncul setelah krisis ekonomi Asia pada 1997. Ide pembentukan lembaga kerjasama finansial di kawasan Asia karena tidak puas dengan kinerja IMF. Usulan yang diajukan Jepang dan Hong Kong ini mendapat dukungan penuh dari ASEAN dan Korea Selatan, namun digagalkan oleh IMF, China, dan Amerika Serikat.
Karena gagal, pada 2000 silam, negara ASEAN+3 akhirnya menjalin kerjasama keuangan untuk meningkatkan self-help mechanism guna mencegah terjadinya krisis.
Nah, dalam rangka meningkatkan efektivitas CMI sebagai regional self help mechanism, negara ASEAN+3 meneken kesepakatan CMIM pada 2006 dengan jumlah dana bersama mencapai sebesar US$ 120 miliar.
Dengan CMIM ini maka negara anggota ASEAN+3 bisa saling bantu. Masalahnya, jumlah dana itu masih sangat kecil dibandingkan kebutuhan dana bila sebuah negara dihajar krisis.
Sebagai contoh, dengan kontribusi sebesar US$ 4,77 miliar, Indonesia hanya menerima pinjaman maksimal senilai US$ 11,9 miliar. Padahal, pada krisis 1997 lalu, rata-rata kebutuhan pinjaman negara ASEAN yang kena krisis mencapai US$ 40 miliar hingga US$ 60 miliar.
Alhasil, kata Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, muncul ketentuan bahwa negara yang mengambil pinjaman 20% melampaui pinjaman maksimal tetap harus ikut program IMF. "Kami belum bisa mengubah porsi penarikan dana yang link ke IMF itu," ujar Bambang.
Lembaga pengawas
Bambang menambahkan, dalam pertemuan itu juga menyepakati pembentukan lembaga surveillance alias pengamat. Nama lembaga baru ini ASEAN+3 Macro Economic Research Office (AMRO).
Menurutnya, lembaga pengamat ini mulai beroperasi awal Mei dan menjadi lembaga yang mengawasi perkembangan keuangan terutama di negara-negara ASEAN+3. "AMRO akan diisi profesional bukan perwakilan anggota," katanya.
AMRO juga bertugas memberikan peringatan dini seandainya salah satu anggota memerlukan bantuan likuiditas. Nah, begitu negara yang terserang krisis itu mengajukan permintaan bantuan dana, AMRO akan mengeluarkan rekomendasi.
Rekomendasi ini termasuk berapa besar dana CMIM yang akan dipakai. "AMRO ini untuk meningkatkan efektivitas CMIM yang diketuai Jepang dan China secara bergantian selama satu tahun," kata Mulia Nasution, Sekjen Kementerian Keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News