Reporter: Rika | Editor: Edy Can
NUSA DUA. Chiang Mai Initiative Multilateralization (CMIM) selangkah lagi lebih maju. Untuk menguatkan skema bantuan likuiditas dolar melalui transaksi swap mata uang di kawasan Asia Timur ini, sudah terbentuk lembaga pengawasan (surveillance) bernama ASEAN+3 Macro Economic Research Office (AMRO). Namun, kehadiran lembaga ini belum bisa mengurangi keterikatan skema pinjaman dengan IMF.
Ini merupakan salah satu hasil konkret pertemuan 15th ASEAN Finance Ministers’ Meeting di Bali, kemarin (8/4). Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Masyarakat Ekonomi ASEAN Puspanathan Sundram menyatakan, AMRO ini nantinya akan independen dan orang-orangnya bukan ditunjuk dari perwakilan tiap negara, melainkan gabungan tim ahli. “Kami akan membuka lowongan terbuka di negara-negara ASEAN+3,” ujarnya pada ajang. Rencananya, ASEAN akan meresmikan AMRO pada 1 Mei 2010.
AMRO bertugas memberikan peringatan dini seandainya salah satu anggota dalam kondisi memerlukan bantuan likuiditas. Setelah negara itu mengajukan permintaan untuk mendapat bantuan dolar AS, AMRO yang akan mengeluarkan rekomendasi. Rekomendasi ini termasuk berapa besar dana dalam CMIM yang akan dipakai. “AMRO akan menjadi lembaga yang mengawasi perkembangan keuangan regional, terutama negara-negara ASEAN,” ujar Bambang Brodjonegoro, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, di tempat yang sama, Kamis (7/4).
Meski sudah ada lembaga pengawas regional itu, CMIM masih tetap melibatkan International Monetary Fund (IMF). “Terutama kalau skala gangguan terlalu besar,” kata Bambang.
Dengan kata lain, ketentuan bahwa negara yang akan mengambil pinjaman swap melampaui batas atas sebesar 20% dari jatah mereka harus juga ikut program IMF belum berubah. “Kami belum mengubah porsi penarikan dana yang link ke IMF,” ujar Puspanathan.
Ini merupakan salah satu kelemahan CMIM karena belum bisa benar-benar independen dari IMF. “CMIM memang melengkapi IMF, masih jauh sekali menuju ASEAN Monetary Fund,” ujar Puspanathan.
Cita-cita membentuk Dana Moneter Asia pernah hadir setelah krisis ekonomi Asia di 1997. Ini berawal dari ketidakpuasan negara-negara Asia terhadap IMF sehingga hendak membentuk lembaga kerja sama finansial di kawasan Asia. Proposal yang diajukan oleh Jepang dan Hong Kong ini mendapat dukungan penuh dari ASEAN dan Korea Selatan, namun ditentang keras oleh IMF, China, dan Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News