kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

APINDO Soroti Birokrasi Gemuk di Pemerintahan Prabowo, Khawatir Efisiensi Menurun


Kamis, 17 Oktober 2024 / 18:30 WIB
APINDO Soroti Birokrasi Gemuk di Pemerintahan Prabowo, Khawatir Efisiensi Menurun
ILUSTRASI. APINDO ungkap kekhawatirannya terhadap birokrasi gemuk yang berpotensi terbentuk di bawah pemerintahan Presiden terpilih Prabowo.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengutarakan kekhawatirannya terhadap birokrasi gemuk yang berpotensi terbentuk di bawah pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto. 

Ketua APINDO, Shinta Kamdani, mengakui bahwa banyaknya kementerian dan pejabat tinggi negara bisa memicu birokrasi yang tidak efisien, serta rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Memang perlu diakui bahwa memiliki banyak kementerian dan pejabat tinggi negara dapat menyebabkan birokrasi yang ‘gemuk’, sehingga cenderung tidak efisien, rentan terhadap korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan," ujar Shinta saat dihubungi KONTAN, Kamis (17/10).

Menurutnya, resiko ini sangat nyata dan perlu menjadi perhatian khusus pemerintah Presiden terpilih, karena akan memiliki konsekuensi terhadap efisiensi dan daya saing iklim usaha dan investasi nasional.

Shinta juga menekankan bahwa birokrasi Indonesia selama ini sudah terkenal dengan permasalahan yang kompleks, seperti birokrasi yang tumpang tindih, serta inkonsistensi antar kementerian dan lembaga. 

Baca Juga: Gemuknya Kabinet Prabowo Tidak Jadi Jaminan Selesaikan Persoalan

Menurutnya, pembenahan reformasi birokrasi sangat penting agar proses perizinan usaha menjadi lebih transparan, sederhana, dan efisien dalam hal biaya dan kepatuhan.

Namun, Shinta tidak sepenuhnya pesimis. Ia menyatakan bahwa jika ada koordinasi yang baik antara kementerian dan pejabat tinggi, birokrasi yang besar masih bisa dikelola secara efisien. Dia memberikan beberapa syarat penting agar hal ini tercapai, antara kejelasan terkait KPI, kewenangan, dan fungsi tugas masing-masing kementerian.

Selain itu mekanisme  kontrol yang ketat dari Presiden untuk mendorong koordinasi antar lembaga dan mencegah sabotase internal hingga Interkonektivitas, harmonisasi, dan sinergi kebijakan antara kementerian untuk mengurangi duplikasi birokrasi, terutama dalam perizinan usaha.

Tentunya, mekanisme pengawasan langsung yang bertanggung jawab kepada Presiden untuk mengatasi hambatan birokrasi di lapangan. Selain itu, Shinta juga menyarankan agar reformasi birokrasi terus dilanjutkan, terutama dalam hal digitalisasi. 

"Digitalisasi birokrasi harus ditingkatkan untuk meningkatkan transparansi, efisiensi, dan interkonektivitas, sehingga pelayanan perizinan usaha lebih mudah, sederhana, dan bebas dari praktik korupsi," jelasnya. Ia juga mengusulkan pembentukan kantor khusus di bawah presiden yang bertanggung jawab untuk mengawasi proses birokrasi tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik APINDO, Danang Girindrawardana, memberikan pandangannya terkait birokrasi gemuk di masa pemerintahan sebelumnya. Menurutnya, kabinet besar cenderung memunculkan tumpang tindih kewenangan dan produk hukum yang tidak jelas. 

"Kabinet Indonesia Maju dengan 34 kementerian menimbulkan overlapping kewenangan antara para menteri dan kepala lembaga. Ini menghasilkan produk hukum yang sering dikeluhkan oleh dunia usaha, seperti penetapan kawasan hutan atau AMDAL," ujarnya kepada KONTAN.

Danang juga menyoroti risiko meningkatnya belanja administrasi pemerintahan akibat birokrasi yang besar. "Birokrasi gemuk juga berisiko memunculkan belanja administrasi yang membengkak, maka harus diiringi dengan kinerja yang tinggi," katanya. 

Danang menekankan bahwa tantangan utama pemerintahan baru di sektor ekonomi adalah menciptakan iklim investasi yang mampu mendorong pertumbuhan manufaktur swasta secara signifikan. 

Menurutnya, Prabowo perlu mengarahkan pembangunan sektor manufaktur untuk menyerap tenaga kerja secara masif, dengan orientasi pelayanan perizinan yang berbasis digital untuk menghindari praktik suap-menyuap dalam perizinan.

APINDO berharap, meski dengan birokrasi yang besar, pemerintah bisa tetap menjaga efisiensi dan terus berupaya meningkatkan iklim investasi yang lebih kompetitif dan kondusif bagi para pelaku usaha.

Baca Juga: Ekonom Celios Sorot Dominannya Politisi di Kabinet Prabowo-Gibran

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×