Reporter: Kendra Bagaskara | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana redenominasi rupiah kembali menjadi sorotan setelah tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, menegaskan bahwa dunia usaha memandang kebijakan tersebut masih berada dalam tahap kajian dan pembahasan pemerintah, bukan akan langsung diterapkan dalam waktu dekat.
“Wacana ini sebenarnya sudah lama dibahas. Bahkan pada 2013 pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), dan kini kembali masuk dalam Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029,” ujar Shinta, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, berbagai aspek teknis, ekonomi, dan sosial masih harus dipertimbangkan secara matang sebelum kebijakan ini dijalankan. Ia menekankan bahwa jika redenominasi nantinya diterapkan, tahapan persiapan dan manajemen transisi menjadi kunci utama keberhasilan.
Baca Juga: Soal Redenominasi Rupiah, Gubernur BI: Butuh Waktu dan Persiapan Lama
Shinta menjelaskan, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, komunikasi publik harus dilakukan secara jelas, konsisten, dan berkelanjutan agar masyarakat memahami bahwa redenominasi berbeda dengan sanering.
“Redenominasi tidak mengurangi nilai riil uang maupun daya beli, melainkan hanya menyederhanakan sistem nilai tukar nominal agar lebih efisien,” tegasnya.
Kedua, sosialisasi perlu dilakukan secara bertahap dan berulang kepada seluruh lapisan ekonomi, dari pelaku usaha besar hingga UMKM. Ia menilai edukasi dan masa transisi ganda (dual display) yakni penampilan nilai lama dan baru secara bersamaan sangat penting untuk menjaga kelancaran adaptasi.
Selain itu, Shinta juga menyoroti pentingnya pengawasan terhadap stabilitas harga agar tidak terjadi inflasi psikologis akibat praktik pembulatan harga (rounding up effect).
Ia menekankan perlunya koordinasi lintas sektor antara otoritas moneter, lembaga keuangan, dan dunia usaha untuk memastikan proses transisi berjalan lancar tanpa mengganggu operasional di lapangan.
Lebih lanjut, Shinta menambahkan bahwa dunia usaha mendukung langkah pemerintah dalam memperkuat kredibilitas mata uang nasional (currency credibility).
“Konsistensi kebijakan makro menjadi kunci, termasuk menjaga inflasi tetap rendah, defisit fiskal terkendali, serta memperkuat tata kelola sektor keuangan,” ujarnya.
Baca Juga: DPR Siap Bahas RUU Redenominasi Rupiah, Tekankan Transisi Aman
Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat fundamental ekonomi seperti ekspor, cadangan devisa, dan neraca transaksi berjalan untuk membangun persepsi internasional bahwa rupiah adalah mata uang yang tangguh.
“Dunia usaha akan terus berjalan beriringan dengan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan setiap kebijakan ekonomi dijalankan dengan strategi terbaik dan koordinasi yang solid,” kata Shinta.
Menurutnya, hal terpenting bagi pelaku usaha adalah memastikan setiap langkah kebijakan tetap mendukung stabilitas, daya saing, dan keberlanjutan pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dengan dialog yang konstruktif, kebijakan berbasis data, dan sinergi antara sektor publik dan swasta, Indonesia dapat terus memperkuat fondasi ekonominya serta menjaga kepercayaan masyarakat dan investor terhadap rupiah,” tutup Shinta.
Selanjutnya: Satgas Cs-137: Walmart Siap Dukung Pemulihan Reputasi Produk Indonesia di Pasar AS
Menarik Dibaca: Ramalan Cinta Zodiak Tahun 2026, Ada yang Bertemu Cinta Sejati
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













