kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Apindo: Jangan sampai kebijakan non tariff barrier, membatasi mitra dagang Indonesia


Senin, 30 Juli 2018 / 19:37 WIB
Apindo: Jangan sampai kebijakan non tariff barrier, membatasi mitra dagang Indonesia
ILUSTRASI. Shinta Widjaja Kamdani CEO Sintesa Group


Reporter: Patricius Dewo | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan non tariff barrier yang akan diterapkan pemerintah untuk menahan guyuran impor diperlukan pemetaan yang tepat terhadap produksi nasional. Khususnya pada barang yang membutuhkan bahan baku impor seperti kapas dan sol.

Shinta Widjaja Kamdani, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengatakan, terkait kebijakan non tariff barrier yang akan diterapkan, pemerintah harus melakukan pemetaan yang pada barang-barang produksi nasional.

"Terkait hal ini pemerintah tidak bisa sembarangan ,perlu pemetaan yang tepat terhadap produksi nasional, khususnya barang apa saja yang bisa kita produksi secara kompetitif di dalam negeri," ujar Shinta pada Kontan.co.id. Senin (30/7).

Ia juga bilang, dalam melakukan pemetaan terhadap barang-barang produksi nasional, Pemerintah juga harus memperhatikan pemetaan nilai pasok untuk bahan baku produksi dalam negeri yang dianggap penting, seperti Kapas dan Sol, karena jangan sampai membuat kebijakan yang kontraproduktif terhadap tujuan awal untuk meningkatkan nilai tambah pada ekspor.

"Indonesia juga tidak punya pemetaan terhadap supply chain dari produk-produk yang kita produksi. Pemetaan nilai pasok ini sangat penting karena jangan sampai kontraproduktif terhadap keinginan kita untuk meningkatkan ekspor bernilai tambah yang bahan bakunya masih kita butuhkan dari negara lain. Bahkan untuk ekspor unggulan kita seperti tekstil dan alas kaki pun masih membutuhkan impor, seperti kapas dan sol. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan pemetaan ini,” jelasnya.

Selain pemetaan, pemerintah juga perlu mengintensifkan dialog dengan pebisnis melalui Public-Private Dialogue, karena selama ini pemerintah hanya melakukan konsultasi pemerintah bila ada isu atau ada tantangan saja, padahal dialog secara berkelanjutan dengan sektor-sektor bisnis utama sangat diperlukan.

Shinta menambahkan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah saat ini Indonesia sedang dan akan melakukan negosiasi perdagangan dengan negara lain . Oleh karena itu jangan sampai dengan adanya kebijakan ini justru membatasi pergerakan dari mitra dagang Indonesia.

"Yang kami takutkan dengan adanya hal ini dapat mengirimkan mixed signals kepada para mitra kita ini. Di satu sisi kita ingin liberalisasi, sedangkan di sisi lain kita ingin membatasi," katanya.

Terakhir, Shinta menegaskan salah satu alasan kenapa Vietnam bisa maju adalah karena sektor bisnis mereka melakukan Public-Private Dialogue dengan seluruh stakeholders secara berkelanjutan sehingga pemerintah mereka mendapatkan masukkan secara terus-menerus dari pengusaha dan mampu merumuskan kebijakan yang lebih baik.

Saat ini bahkan Laos dan Myanmar pun sudah memiliki mekanisme yang sama, bila pemerintah tidak segera menyadari hal ini akan segera ketinggalan dari kedua negara tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×