Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah selalu menambah utang untuk menutup defisit anggaran dalam APBN setiap tahunnya. Akibatnya, utang pemerintah selalu bertambah.
Data terbaru Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu), utang pemerintah hingga akhir Juni 2017 tercatat sebesar Rp 3.706,52 triliun, naik dari posisi akhir bulan sebelumnya. Angka itu sekitar 27% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku serba salah mengelola APBN keuangan negara. Namun banyak juga larangan untuk menambah utang.
Lantas, bisakah APBN tanpa utang?
Sri Mulyani bilang, jika APBN mau tanpa utang dan impas, maka belanja negara harus dipotong Rp 397,2 triliun. Angka itu merupakan angka defisit anggaran atau sebesar 2,92% dari PDB.
"Kira-kira kalau hampir Rp 400 triliun apa dulu yang kita potong?," kata Sri Mulyani, Kamis (27/7) kemarin.
Di satu sisi, pemerintah mengaku sulit untuk memangkas anggaran-anggaran belanja. Misalnya, anggaran gaji PNS tidak mungkin dipotong, anggaran kesehatan yang diamanatkan sebesar 20%, anggaran kesehatan yang diamanatkan 5%, dan anggaran bantuan sosial seperti program keluarga harapan (PKH) juga tidak mungkin dipotong.
Begitu juga dengan anggaran infrastruktur yang tidak mungkin dipotong. "Infrastruktur saya potong MRT dan LRT kami berhentikan ya? mangkrak, anda macet terus kan tidak apa-apa ya? Pokoknya kan tidak ngutang yang penting, tidak usah bangun listrik baru boleh? jangan," tambahnya.
Ia melanjutkan, belum lagi ketika usulan anggaran dibawa ke DPR, setiap komisi meminta anggarannya tidak dipangkas karena masing-masing merasa penting. Mulai dari anggaran TNI dan Polri untuk alasan keamanan hingga anggaran perdagangan dan perindustrian dengan alasan promosi investasi.
Di sisi lain, pemerintah juga kesulitan menambah penerimaan pajak untuk menambal belanja. Alasannya, ekonomi sedang lesu sehingga pengenaan pajak dikhawatirkan semakin membuat lesu industri. Tak hanya itu, keinginan pemerintah mengintip rekening saja juga dikhawatirkan meresahkan masyarakat.
"Kalau kami naikkan pajak, saya mulai nih pedagang kecil PTKP saya turunin, 'wah, jangan Bu, Ibu membuat keresahan'. Pedagang besar, 'jangan, lagi lesu'. Pertambangan, 'oh harga batu bara lagi lesu tidak boleh disentuh juga'. Lah semua tidak boleh disentuh tetapi semua (ingin penerimaan) pajaknya naik, kan garuk-garuk (kepala) saya jadinya," tambah dia.
Oleh karena itu menurut Sri Mulyani, utang yang dilakukan pemerintah merupakan strategi politik dan pilihan strategi. Pemerintah lanjut dia, tidak ingin menyetop kegiatan-kegiatan lain yang bisa menggerakkan ekonomi hanya karena tidak ingin menambah utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News