Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kenaikan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) menjadi US$ 40 per barel dari usulan sebelumnya US$ 35 per barel, telah mengubah postur Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016. Ditambah lagi target produksi minyak (lifting) naik jadi 820 barel per hari (bph) dari sebelumnya 810 bph.
Dengan perubahan asumsi ini, target penerimaan migas naik. Sehingga, belanja negara tidak terpangkas terlalu dalam. Dalam postur sementara kesepakatan pemerintah dan Banggar DPR, target penerimaan negara Rp 1.786,2 triliun, naik Rp 51,7 triliun dibandingkan usulan pemerintah.
Peningkatan itu berasal dari kenaikan pajak migas Rp 12,1 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) migas sebesar Rp 40,2 triliun. Sementara PNBP lainnya turun Rp 700 miliar dari usulan pemerintah sebelumnya.
Perubahan itu membuat target penerimaan negara dalam postur APBN-P 2016 hanya turun Rp 36,3 triliun dibanding APBN 2016. Penurunan itu lebih rendah dari usulan pemerintah Rp 88 triliun di RAPBP 2016.
Defisit berkurang
Sementara target belanja negara juga meningkat, seiring peningkatan penerimaan negara. Target belanja naik Rp 35,1 triliun dibandingkan dengan usulan pemerintah di RAPBNP 2016. Dengan demikian, target belanja negara dalam postur anggaran disepakati Rp 2.082,9 triliun.
Peningkatan ini berasal dari kenaikan anggaran pemerintah pusat Rp 20,1 triliun. Belanja kementerian atau lembaga naik Rp 15,7 triliun dan belanja non K/L naik Rp 4,4 triliun. Anggaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan subsidi listrik juga naik.
Dengan perubahan itu, target defisit jadi turun. "Kami usul penurunan defisit dari 2,48% jadi 2,35% dari PDB," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Defisit itu lebih tinggi dibandingkan APBN 2016 yang sebesar 2,15% PDB. Menurut Bambang, defisit 2,35% cukup ditutupi dengan sisa anggaran lebih (SAL) Rp 19 triliun dan tidak perlu menambah penerbitan surat utang.
Perubahan asumsi ini juga membuat anggaran transfer ke daerah juga naik Rp 15 triliun. Hal itu menjadi konsekuensi dari meningkatnya penerimaan migas, sehingga dana bagi hasil (DBH) juga naik. Sementara dana desa tetap Rp 47 triliun. “Kenaikan ICP dan lifting minyak akan meningkatkan penerimaan daerah, khususnya penghasil migas,” kata Dirjen Perimbangan Keuangan Kemkeu Boediarso Teguh Widodo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News