kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.919   11,00   0,07%
  • IDX 7.194   53,44   0,75%
  • KOMPAS100 1.105   10,45   0,95%
  • LQ45 877   11,00   1,27%
  • ISSI 221   0,83   0,38%
  • IDX30 448   5,50   1,24%
  • IDXHIDIV20 540   5,09   0,95%
  • IDX80 127   1,35   1,07%
  • IDXV30 134   0,22   0,17%
  • IDXQ30 149   1,57   1,07%

APBN 2025 Tersandera Kelanjutan Proyek Jokowi dan Janji Kampanye Prabowo


Selasa, 18 Juni 2024 / 21:10 WIB
APBN 2025 Tersandera Kelanjutan Proyek Jokowi dan Janji Kampanye Prabowo
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Polri Tahun 2024 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (28/2/2024). Dalam rapim yang mengangkat tema TNI-POLRI Siap Mewujudkan Pertahanan Keamanan Untuk Indonesia Maju tersebut, Presiden Joko Widodo memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Menhan Prabowo Subianto sesuai Keppres Nomor 13/TNI/Tahun 2024 tanggal 21 Februari 2024 tentang Penganugerahan Pangkat Secara Istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli

Namun, jika penerbitan utang tidak terserap dengan maksimal, maka opsi lain adalah dengan mengandalkan penerimaan pajak untuk memenuhi kebutuhan anggaran. Namun, Bhima menyebut, jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan masalah baru.

Sebab jika penerimaan pajak didorong lebih besar lagi, artinya masyarakat kelas menengah akan menjadi tertekan, dan membuat konsumsinya menurun. Jika konsumsi menurun, maka dunia usaha akan terkena imbasnya karena omzet yang turun.

“Karena akan menerima beban pajak lebih besar lagi untuk menutup defisit, itu akan berakibat pada kontraksi ekonomi, atau perlambatan ekonomi yang tidak diharapkan banyak pihak,” kata Bhima.

Baca Juga: DPR Minta Pemerintah Pertegas Aturan Kebijakan Defisit APBN 2025

Maka dari itu, Bhima menilai opsi terbaik yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengelola anggaran belanja seefisien mungkin. Misalnya dengan rasionalisasi belanja kementerian/lembaga (K/L), agar tidak semua K/L yang meminta tambahan anggaran disetujui.

Kemudian, pemerintahan selanjutnya juga disarankan agar lebih mendahulukan program yang dibutuhkan, ketimbang memaksakan semua program dalam dengan anggaran jumbo tanpa memperhitungkan kondisi fiskal ke depan.

“Yang perlu dilakukan bukan memperlebar defisit, atau menaikkan utang, tapi yang dibutuhkan adalah menjaga kredibilitas dalam fase transisi,” tandasnya.

Untuk diketahui, Defisit RAPBN 2025 ditetapkan pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB), alias lebih tinggi dari defisit dalam APBN 2024 yakni sebesar 2,29% dari PDB.

Baca Juga: DPR Setujui Tambahan Anggaran Bappenas Rp 804 Miliar

Defisit yang melebar ini lantaran porsi belanja tahun depan dirancang sebesar 14,59% - 15,18% dari PDB, atau naik dari tahun ini sebesar 14,56% dari PDB. Di sisi lain, penerimaan negara juga tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menutup beban belanja tahun depan.

Dengan melebarnya defisit tersebut, sejumlah pihak khawatir, karena jika ketidakpastian ekonomi tak kunjung membaik hingga tahun depan, maka pemerintah selanjutnya tidak memiliki keleluasaan ruang fiskal, jika akan menambah anggaran untuk meredam ketidakpastian tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×