Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman menanggapi julukan "Mahkamah Keluarga" yang disematkan publik terhadap MK, berkaitan dengan konflik kepentingan dirinya selaku ipar Presiden Joko Widodo. Anwar menegaskan bahwa ia tak pernah memutus perkara demi keuntungan keluarga.
"Saya tidak pernah berkecil hati sedikit pun terhadap fitnah yang menerpa saya, keluarga saya selama ini," kata Anwar dalam jumpa pers, Rabu (8/11/2023).
"Bahkan ada yang tega mengatakan MK sebagai 'Mahkamah Keluarga', masya Allah, mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT," ujar dia.
Baca Juga: Soroti Peradilan Etik Digelar Secara Terbuka, Anwar Usman Sebut MKMK Langgar Aturan
Ia kembali menegaskan bahwa gugatan soal usia minimal capres-cawapres di MK menyangkut norma, bukan kasus konkret. Pengambilan putusan pun harus kolektif kolegial oleh 9 hakim konstitusi, bukan oleh ketua semata.
Ia juga menekankan, pada akhirnya, yang menentukan presiden dan wakil presiden terpilih adalah rakyat dengan hak pilihnya.
"Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," ujar Anwar.
Adapun Anwar Usman diberhentikan dari jabatan sebagai Ketua MK karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik terkait uji materi perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan ini diketuk oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) dalam sidang pembacaan putusan etik, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga: Besok, MK Gelar Pemilihan Ketua Pengganti Anwar Usman
MKMK menyatakan bahwa Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Dalam putusannya, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan MK yang baru dalam waktu 24 jam.
Buntut pelanggaran ini, Anwar tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur bupati dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan putusan.
Dugaan pelanggaran kode etik ini mengemuka setelah MK mengabulkan gugatan terkait syarat usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) pada Senin (16/10/2023) lewat putusan yang kontroversial.
Baca Juga: MK Gelar Sidang Gugatan Baru Soal Syarat Usia Capres – Cawapres
Dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023, MK merumuskan sendiri norma bahwa seorang pejabat yang terpilih melalui pemilu dapat mendaftarkan diri sebagai capres-cawapres walaupun tak memenuhi kriteria usia minimum 40 tahun.
Hakim yang setuju putusan itu hanya Anwar Usman, Guntur Hamzah, dan Manahan Sitompul. Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic menyampaikan alasan berbeda (concurring opinion) bahwa hanya gubernur yang berhak untuk itu.
Sementara itu, hakim konstitusi Arief Hidayat, Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo menolak dan menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion).
Putusan ini memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya 3 tahun.
Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023) dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).
Baca Juga: Keputusan MKMK Dinilai Membebani Psikologis Pelaku Pasar
Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju putusan nomor 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.
Terlebih, dalam perkara nomor 90 itu, pemohon bernama Almas Tsaqibbirru, seorang pelajar/mahasiswa kelahiran tahun 2000 mengakui dirinya adalah pengagum Gibran.
Almas berharap, Gibran bisa maju pada Pilpres 2024 walaupun usianya belum memenuhi ketentuan minimal 40 tahun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Dijuluki "Mahkamah Keluarga", Anwar Usman: Tega, Semoga Diampuni Allah "
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News