kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini Kata Pakar Hukum Tata Negara Soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK Anwar Usman


Kamis, 19 Oktober 2023 / 19:10 WIB
Ini Kata Pakar Hukum Tata Negara Soal Dugaan Pelanggaran Etik Hakim MK Anwar Usman
ILUSTRASI. Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman memimpin sidang permohonan uji materiil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Jakarta, Senin (16/10/2023). Mahkamah Konstitusi menolak gugatan batas usia capres-cawapres menjadi minimal 35 tahun dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau 'dissenting opinion' yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/tom.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik imbas putusan batas usia calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (cawapres) kepada dewan etik MK, Rabu (18/10).

Merespon hal ini, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai, pelaporan ini menjadi hal yang wajar buntut dari putusan Hakim MK yang dianggap memiliki konflik kepentingan untuk meloloskan keponakanya yaitu Gibran Rakabuming Raka.

"Jadi memang ada nuansa pelanggaran kode etik soal konflik kepentingan dan segala macamnya," kata Feri pada Kontan.co.id, Kamis (19/10).

Baca Juga: Ketua MK Anwar Usman Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran Etik

Feri menilai, ada kejanggalan dalam putusan batas usia capres dan cawapres. Salah satunya keterlibatan Anwar Usman secara tiba-tiba saat memutuskan batas usia capres-cawapres.

Sebab, dalam gelaran Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh MK pada 19 September, Anwar Usman diketahui tidak hadir.

RPH hanya dihadiri oleh delapan hakim konstitusi, yaitu, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P Foekh, dan M Guntur Hamzah.

Kemudian, Hasil RPH menyatakan bahwa enam hakim konstitusi MK sepakat menolak permohonan pemohon.

Enam hakim juga tetap memosisikan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagai kebijakan hukum terbuka atau opened legal policy pembentuk undang-undang. Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya memilih sikap berbeda atau dissenting opinion.

Baca Juga: Buntut Putusan MK, KPU Susun Draft Perubahan Aturan Syarat Usia Batas Minimal Capres

Namun dalam putusan, Senin (16/10), Hakim Konstitusi Anwar Usman, diduga memanipulasi pendapat Hakim Konstitisi yang berbeda secara substantif (dissenting opinion) menjadi pendapat yang setuju tetapi dengan alasan yang berbeda (concurring opinion).

Sehingga mendapat skor seolah-olah 5 Hakim setuju mengabulkan permohonan dan 4 hakim lainya dalam posisi menolak.

"Jadi memang ada hal yang sangat luar biasa yang terjadi dan wajar saja ada pelaporan semacam itu," jelas Feri.

Lebih lanjut, Feri mengatakan apabila laporan ini terbukti ada dugaan pelanggaran etik, maka dapat dijadikan alasan baru untuk mengajukan permohonan ke MK untuk pengujian pasal yang sama terkait batas usia capres dan cawapres. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×