kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Antisipasi Kenaikan Belanja Kesehatan, Menkes Siapkan Transformasi Pembiayaan


Minggu, 10 Juli 2022 / 15:55 WIB
Antisipasi Kenaikan Belanja Kesehatan, Menkes Siapkan Transformasi Pembiayaan
ILUSTRASI. Menkes Budi Gunadi Sadikin menyatakan, Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan konsep transformasi pembiayaan kesehatan.


Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kesehatan tengah menyiapkan konsep transformasi pembiayaan kesehatan. Hal ini agar pembiayaan kesehatan terus terjaga keberlanjutannya.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, hampir semua negara mencatat persentase pertumbuhan belanja kesehatan per kapita yang selalu di atas persentase pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) per kapita dalam 20 tahun terakhir. Meski secara nominal terbilang masih di bawah, namun hal ini mesti diantisipasi.

“Pembiayaan kesehatan harus dijaga seefisien mungkin karena kalau tidak, meledaknya enggak karuan, itu sebabnya kemudian kita melakukan transformasi kesehatan,” ucap Budi dipantau dari Youtube Kementerian Kesehatan, Jumat (8/7).

Baca Juga: Pandemi Covid-19 Terkendali, Program PEN Didorong untuk Jobs Stimulating Recovery

Budi mencontohkan, belanja kesehatan per kapita Indonesia sebesar US$ 120 per kapita dengan usia harapan hidup 71,3 tahun. Kuba sebesar US$ 1.031 per kapita dengan usia harapan hidup 77,7 tahun, Amerika Serikat sebesar US$ 10.921 per kapita dengan usia harapan hidup 78,5 tahun.

Lalu, belanja kesehatan per kapita Malaysia sebesar US$ 423 per kapita dan Singapura sekitar US$ 760 per kapita.

Budi memproyeksikan, jika dalam 5 tahun atau 10 tahun belanja kesehatan Indonesia sama seperti Malaysia yakni US$ 423 per kapita, maka belanja kesehatan diperkirakan menjadi sekitar Rp 1.200 triliun. Padahal saat ini belanja kesehatan Indonesia tercatat sekitar Rp 600 triliun.

“Tidak bakal kuat, jangankan BPJS Kesehatan, negara pun tidak kuat menanggung itu, bayangkan itu naiknya tinggi sekali. Itu sebabnya pembiayaan kesehatan ini harus didesain dengan baik,” ujar Budi.

Sebab itu, Budi mengatakan, Kemenkes akan melakukan transformasi pembiayaan kesehatan untuk memastikan pembiayaan yang cukup adil, efektif, dan efisien. Kemenkes menekankan aspek promotif preventif agar hal itu bisa tercapai.

Budi mengungkapkan sejumlah hal yang akan dilakukan. Pertama, Kemenkes akan melakukan secara rutin review tahunan National Health Account (NHA) setiap tahunnya. Dengan demikian transparansi dari belanja kesehatan terbuka dan publik serta perguruan tinggi bisa mengakses dan meriset hal tersebut.

“Jadi kita akan bikin regulasi diwajibkan, distandarisasikan, supaya orang bisa lihat, kalau operasi usus buntu di rumah sakit A sekian, rumah sakit B sekian, rumah sakit C sekian, rata rata berapa di Jawa Barat operasi usus buntu, supaya kelihatan benar,” terang Budi.

Kedua, Kemenkes akan rutin mereview Health Technology Assessment (HTA). Jadi jika ada teknologi pelayanan kesehatan baru yang murah dan kualitasnya lebih baik, maka hal itu akan diterapkan.

Ketiga, menjaga ketercukupan layanan jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui utilization review untuk mengendalikan sejumlah layanan JKN dan penyesuaian tarif Indonesia Case Based Groups (INA-CBGs) yang fokus pada pemenuhan hak peserta dan harga layak.

Baca Juga: Jokowi Teken Keppres 10/2022, 17 Menteri Jadi Anggota Dewan Nasional KEK

Nantinya, tarif INA-CBGs akan direview setiap tahun. Lalu, akan dilakukan penyesuaian taruf INA CBGs setiap 2 tahun sekali sesuai peraturan yang ada.

“Kita maunya pembiayaan kesehatan lebih didorong ke promotif preventif. Kita kalau bisa pembiayaan kesehatan per activities seperti INA CBGs,” ucap Budi.

Keempat, melakukan konsolidasi pembiayaan kesehatan melalui insentif berbasis kinerja dan peningkatan koordinasi antar penyelenggaraan jaminan (JKN dan asuransi kesehatan swasta).

Melalui insentif berbasis kinerja misalnya, Puskesmas yang melakukan imunisasi lebih banyak, akan diberikan insentif. Lalu, ketika puskesmas banyak melakukan skrining gula darah maka akan diberikan insentif lebih banyak.

Tidak hanya ke Puskesmas, klinik swasta juga didorong untuk melakukan upaya promotif preventif. Dengan demikian hal itu bisa menjaga orang agar tetap hidup sehat.

“Sehingga dengan demikian selain kita memastkan bahwa biaya tercover, efisien, tapi sustanabilitas nya juta terjaga, kita ngga ingin juga BPJS negatif terus,” jelas Budi.

Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan, fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) swasta selama ini sudah menjadi mitra BPJS Kesehatan. Pembiayaannya adalah dengan kapitasi berbasis kinerja.

“Saat ini kami sedang melakukan skema uji coba untuk redistribusi (peserta FKTP), yang penting intinya dari redistribusi ini harus dipastikan bahwa mutu pelayanan kesehatan harus meningkat, apakah jawabannya dengan melakukan redistribusi nanti yang akan membaik mutu layanan nya, itu yang nanti akan kita challenge, tapi sejauh ini pembiayaan untuk skema JKN sudah melibatkan FKTP swasta,” jelas Lily.

Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan, aset bersih dana jaminan sosial terbilang positif. Hal ini karena kenaikan penyesuaian tarif, adanya pandemi Covid-19 membuat masyarakat enggan ke rumah sakit sehingga klaim BPJS Kesehatan menurun.

Lalu, pihak manajemen berupaya untuk bisa mengendalikan pelayanan yang tidak perlu. 

“Itulah  mengapa BPJS Kesehatan jadi positif,” ucap Ali dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR, Rabu (19/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×