Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta nampaknya masih menjadi buah bibir antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menilai nampaknya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak paham soal alokasi DBH.
Polemik DBH bagi DKI Jakarta muncul ketika Anies menagih pencairan DBH sebesar Rp 5,1 triliun kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sebelumnya, Anies bilang dana tersebut sangat dibutuhkan Pemprov untuk digunakan sebagai penanganan Covid-19.
Baca Juga: Sri Mulyani prediksi pertumbuhan konsumsi pada triwulan II 2020 bisa memburuk
Kendati begitu, Prastowo menjelaskan bahwa DBH tersebut tidak bisa begitu saja dicairkan, tapi harus diaudit terlebih dahulu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Barulah nanti DBH dibayarkan pada Agustus atau September 2020.
"Ketika audit BPK selesai, akan diketahui angka realisasi sebagai dasar DBH, maka dihitung ulang sesuai realisasi dan dibayarkan ke daerah," kata Yustinus dalam akun media sosialnya, Sabtu (9/5).
Catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebanyak Rp 2,6 triliun dari total DBH sudah disetorkan kepada Pemprov DKI Jakarta per tanggal 8 Mei 2020. Adapun yang belum dibayarkan akan disalurkan setelah audit BPK selesai lewat Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Adapun, total DBH tersebut merupakan relaksasi yang sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 36/OMK.07/2020 tentang Penetapan Alokasi Sementara Kurang Bayar DBH Tahun Anggaran 2020.
Baca Juga: Menkeu: Pemerintah sudah salurkan dana bagi hasil ke Pemprov DKI Rp 2,6 triliun
Beleid ini mengatur pembayaran DBH untuk DKI Jakarta sebesar 50% dari total lebih awal cair sebelum audit BPK. “Ini yang sekarang terjadi. DKI punya hak atas kurang bayar DBH 2019 sebesar Rp 5,1 triliun dan audit BPK 2019 belum selesai,” kata Stafsus Sri Mulyani itu.