kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anggota KEN: Pemerintah hati-hati memotong rupiah


Senin, 14 Januari 2013 / 18:43 WIB
Anggota KEN: Pemerintah hati-hati memotong rupiah
ILUSTRASI. Ilustrasi harga emas hari ini di Pegadaian, Senin 20 September 2021. ANTARA FOTO/FB Anggoro/foc.


Reporter: Umar Idris | Editor: Umar Idris

JAKARTA. Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Christianto Wibisono meminta pemerintah dan Bank Indonesia berhati-hati dalam melaksanakan redenominasi atau penyederhanaan mata uang rupiah. Jika dilakukan, berdasarkan pengalaman masa lalu, harga-harga tetap sulit dikendalikan sehingga menimbulkan gejolak ekonomi.

Pemerintah pernah melakukan kebijakan serupa pada tahun 1959: uang rupiah menciut dari Rp 1000 jadi Rp 100, dan Rp 500 menjadi Rp 50. Kemudian kebijakan serupa dilakukan pada tahun 1965: uang Rp 1000 menjadi Rp 1. “sekarang pakai istilah redenominasi, tetap harus hati-hati. Buat rakyat yang masih ingat, ngertinya duit seribu jadi seperak,” kata Christianto kepada KONTAN.

Christianto mencatat, penyederhanaan mata uang dilakukan pada tahun 1065 dilakukan pada 13 Desember 1965, lalu terjadi guncangan ekonomi sehingga pada 11 Maret 1966 bung Karno lengser dari kekuasaannya. Saat itu harga-harga di pasar sulit dikendalikan. Harga bensin dari Rp 4 per liter menjadi Rp 250 per liter, lalu naik lagi dari Rp 250 jadi Rp 1000 per liter. Kenaikan tersebut terjadi dalam tempo dua bulan dari Desember hingga Februari.  “Barang terus menerus naik, mustinya harganya dibekukan oleh pemerintah agar harga tidak terus terusan naik,” tutur Christianto.

Baru-baru ini Divisi Riset KONTAN menggelar survey kepada masyarakat. Dalam survey KONTAN yang dilakukan pada 7-11 Januari, sebagian besar responden menyatakan setuju (52%) dengan aksi redenominasi. Sebanyak 48%, atau relatif hampir sama, responden menyatakan tidak setuju. Mereka yang setuju, sebagian besar beralasan, aksi redenominasi akan memudahkan masyarakat dalam bertransaksi. Sedangkan mereka yang menolak, menyatakan, redenominasi akan membingungkan dan membuat gejolak perekonomian.

Keterangan jelas mengenai survey tersebut dimuat di Harian KONTAN, hari ini, Senin 14 Januari 2013. Survey ini dilakukan kepada 250 orang. Sebanyak 63,2% adalah responden laki-laki, dan 36,8% responden perempuan. Responden berdomisili di Jabodetabek dengan pengeluaran per bulan (di luar cicilan) minimal Rp 3 juta dan memiliki kendaraan mobil keluaran tahun 2005 ke atas.

Bank Indonesia sudah mendapat lampu hijau dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk melanjutkan rencana melakukan redenominasi. Rencananya BI akan memangkas tiga angka nol di belakang rupiah, begitu pula memangkas tiga nol terhadap harga-harga yang berlaku di pasar.
Tahun ini pemerintah akan membahas RUU Redenominasi bersama DPR. Jika disetujui,  pada tahun 2014, proses redenominasi bisa dimulai dengan mengedarkan uang baru yang telah dipangkas tiga digit.

Tahun 2014 hingga 2018 merupakan masa transisi. Selama masa transisi, pemerintah akan mengedarkan dua jenis uang, yaitu uang dengan denominasi baru akan diedarkan bersama dengan uang denominasi lama. Nah, agar terhindar dari gejolak inflasi, pemerintah akan memantau pelaku perdagangan agar memasang dua harga, yaitu harga barang dengan nominal lama dan nominal setelah redenominasi.

Setelah selesai masa transisi pada tahun 2018, barulah pemerintah akan menerbitkan mata uang baru yang telah dipangkas tiga digit di belakang. Sedangkan mata uang yang lama akan mulai ditarik dan dinyatakan tidak berlaku secara bertahap. Proses penarikan mata uang lama ini juga membutuhkan waktu dan diperkirakan baru bisa tuntas pada tahun 2022 nanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×