kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Anggota DPR sebut perusahaan asing bayar cukai rendah di Indonesia


Rabu, 31 Oktober 2018 / 15:58 WIB
Anggota DPR sebut perusahaan asing bayar cukai rendah di Indonesia
ILUSTRASI. Produk rokok dipajang pada etalase sebuah minimarket


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Kementerian Keuangan untuk terus menjalankan kebijakan simplifikasi tarif cukai rokok sampai 2021 mendatang. Selama ini, pabrikan-pabrikan rokok asing kerap memanfaatkan celah aturan cukai sehingga bisa membayar tarif cukai lebih rendah.

"PMK 146/2017 ini sebenarnya ada dengan tujuan menutup celah-celah agar praktik penghindaran pajak dari pabrikan asing besar bisa dihentikan. Contohnya dengan penggabungan batas produksi untuk SKM dan SPM di 2019," kata anggota Komisi Keuangan DPR, Amir Uskara, dalam siaran persnya, Selasa (30/10). 

Dengan kebijakan ini, Amir menegaskan celah-celah yang bisa dimanfaatkan secara sepihak di industri hasil tembakau akan tertutup. "Hal ini agar persaingan di industri lebih adil, di mana yang kecil terlindungi dari pabrikan besar bermain di golongan bawah. Selain itu, penerimaan cukai pemerintah juga akan lebih optimal," kata politikus dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan ini.  

Karena itu, Amir meminta pemerintah konsisten melaksanakan kebijakan yang sudah dikeluarkan. Jika sampai kebijakan simplifikasi ini sampai dihentikan, pastinya akan menciptakan kegaduhan di industri hasil tembakau dan masyarakat. Situasi ini juga bakal merugikan pemerintah. 

“Kenapa kebijakan yang baru jalan satu tahun sudah mau diubah? Jelas-jelas kebijakan tersebut untuk melindungi yang kecil. Ini berbahaya, apalagi di tengah tahun politik seperti ini, pemerintah harusnya jeli dan bijaksana,” ujarnya.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto, senada dengan Amir. Menurut dia, kebijakan simplifikasi tidak boleh berhenti di tengah jalan. "PMK No 146/2017 itu sudah tepat bagi keberlangsungan usaha IHT kecil," ucapnya di Jakarta, Rabu (5/9).

Heri menilai kebijakan simplifikasi tidak akan mematikan industri hasil tembakau kecil. Hal ini berdasarkan pada Bab II Pasal 3 tentang kumulasi jumlah produksi sigaret putih mesin (SPM) dengan sigaret kretek mesin (SKM), yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Para produsen SPM, dia melanjutkan, semuanya masuk dalam kategori pabrikan rokok besar. Selain SPM, mereka juga memproduksi SKM yang masuk ke golongan I. "Jika tidak diakumulasikan antara produksi SKM dan SPM justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilan, berarti perusahaan rokok besar menikmati tarif yang lebih murah karena SPM yang mereka produksi masuk golongan II," tegasnya.   

Menurut Heri, perusahaan rokok yang bersikukuh menolak kumulasi SPM dengan SKM sebenarnya melakukan praktik yang tidak tepat, karena mereka sebenarnya tergolong perusahaan rokok besar. 

Celah aturan aturan saat ini merugikan semua pihak, yaitu merugikan pabrikan yang benar-benar kecil serta merugikan penerimaan cukai pemerintah karena tidak optimal. "PMK tersebut merupakan bagian dari program simplifikasi tarif cukai yang berkeadilan. Karena itulah, kami sebagai pelaku IHT kecil jelas mendukungnya," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×