kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Anggota DPR menyebut masih ada perbedaan pendapat soal isi RUU Pertanahan


Minggu, 21 Juli 2019 / 15:41 WIB
Anggota DPR menyebut masih ada perbedaan pendapat soal isi RUU Pertanahan


Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan rancangan undang-undang pertanahan masih belum rampung. Hingga kini masih terdapat perbedaan pendapatan dari internal pemerintah terkiat pembahasan RUU Pertanahan.

Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Viva Yoga Mauladi menyebutkan, perbedaan pendapat itu karena terdapat pasal-pasal yang dinilai bertentangan dengan UU yang telah ada, seperti UU nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan.

"Yang tidak setuju dengan pasal-pasal RUU Pertanahan antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan," kata Viva, Minggu (21/7).

Dia mengatakan, RUU Pertanahan ini jangan sampai menimbulkan kecurigaan publik. Terlebih, ketika salah satu anggota panitia kerja (panja) RUU Pertanahan, Henry Yosodiningrat, meminta agar pengesahan RUU Pertanahan ditunda karena masih terdapat sejumlah masalah.

Selain itu, kata dia, isi dan pasal dalam RUU Pertanahan tidak membedakan antara pembaruan agraria dengan pengelolaan sumber daya alam. Padahal dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 mengatur secara berbeda antara Pembaruan Agraria dengan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

"Jadi, isi dan pasal di RUU Pertanahan kenyataannya tidak semakin memperbarui dan menjelaskan isi UU Pokok Agraria dan Tap MPR No IX/ 2001, malah menjadi beban baru yang semakin menambah atau memperpanjang konflik agraria," tutur dia.

Menurut Viva saat ini terdapat sekitar 500 peraturan terkait pertanahan yang tumpang tindih. Selain itu, hingga saat ini masih terdapat konflik agraria yang meliputi areal seluas 7,5 juta hektare lahan.

"Kementerian ATR/BPN saat ini kewenangannya untuk status tanah yang HGU, HGB atau HGP sekitar 40%, sedangkan kawasan kehutanan yang luasnya sekitar 120 juta hektare kewenangannya masih di tangan Kementerian LHK atau sekitar 60%," ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria Tata Ruang (ATR) Abdul Kamarzuki menargetkan pembahasan RUU Pertanahan bisa kelar September 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×