Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memangkas anggaran subsidi untuk LPG 3kg pada 2025, di tengah proyeksi volume subsidi LPG 3kg yang membengkak.
Sebagaimana diketahui, Mengutip Laporan Pemerintah Tentang Pelaksanaan APBN Semester I Tahun Anggaran 2025, outlook anggaran subsidi LPG 3kg tahun ini hanya mencapai Rp 68,7 triliun, atau lebih rendah 21,03% dari target dalam APBN 2025 Rp 87 triliun.
Kepala Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Muhammad Rizal Taufikurahman menilai, kondisi ini menunjukkan adanya potensi ketidakcocokan antara asumsi perhitungan subsidi dengan realitas pasar.
Baca Juga: Anggaran Subsidi Dikurangi, Distribusi LPG 3kg Kemungkinan Diperketat
“Jika tidak ada reformasi struktural yang konkret, seperti perbaikan sistem distribusi atau restrukturisasi skema subsidi menjadi lebih terarah, maka potensi underbudgeting sangat besar dan berisiko menekan defisit anggaran di akhir tahun,” tutur Rizal kepada Kontan, Kamis (3/7).
Adapun realisasi volume LPG 3kg hingga Mei mencapai 3,49 juta Mton. Hal ini dinilai semakin menguatkan indikasi bahwa tren konsumsi semakin menurun.
Artinya, lanjut Rizal, jika harga keekonomian LPG tetap tinggi dan kurs serta Indonesian Crude Price (ICP) tidak bergerak signifikan ke arah yang lebih rendah, maka tekanan fiskal semakin membesar.
Maka dari itu, Ia menilai pemerintah perlu segera menjelaskan secara terbuka basis penghitungan asumsi ini, karena jika tidak, publik bisa menilai ini sebagai bentuk pseudo-efisiensi yang ujungnya justru akan merusak kredibilitas APBN.
Baca Juga: Kemenkeu Pangkas Anggaran Subsidi LPG 3kg, Apa Alasannya?
Rizal menambahkan, apabila tidak ada penjelasan tersebut, risikonya bukan hanya fiskal, tetapi juga sosial.
“Dengan harga-harga pangan yang masih volatile dan tekanan konsumsi rumah tangga yang belum pulih pasca-pandemi, pemangkasan subsidi energi tanpa perlindungan sosial yang memadai maka dapat memicu gejolak di lapisan masyarakat kategori bawah yang paling terdampak,” ungkapnya.
Sejalan dengan itu, kebijakan ini juga dinilai jika tidak dikoreksi atau dikawal ketat, sehingga berpotensi menjadi bumerang bagi stabilitas ekonomi-politik nasional di tahun-tahun mendatang.
Selanjutnya: Bakal Bagi Dividen Rp 50 per Saham, Begini Rekomendasi Saham Gajah Tunggal (GJTL)
Menarik Dibaca: Moms Wajib Tahu, Ini Sederet Fakta Tarik Tunai Kartu Kredit 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News