kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45887,73   13,33   1.52%
  • EMAS1.365.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anggaran Subsidi Energi 2024 Berpotensi Membengkak Hingga Rp 220 Triliun


Kamis, 27 Juni 2024 / 18:32 WIB
Anggaran Subsidi Energi 2024 Berpotensi Membengkak Hingga Rp 220 Triliun
ILUSTRASI. Anggaran subsidi energi pada tahun ini berpotensi membengkak dari tahun 2023.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Anggaran subsidi energi pada tahun ini berpotensi membengkak dari tahun 2023.

Berdasarkan hitung-hitungan Ekonom Bank Permata Josua Pardede, anggaran subsidi energi pada tahun 2024 diperkirakan akan berkisar Rp 200 triliun hingga Rp 220 triliun.

Ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan realisasi belanja subsidi energi pada tahun 2023 yang sebesar Rp 164,29 triliun yang mencakup subsidi BBM, LPG 3 kg dan listrik.

Tingginya anggaran subsidi energi pada tahun ini dihitung dengan mempertimbangkan peningkatan volume penyaluran energi yang disubsidi, perkembangan asumsi makro APBN 2024. Seperti nilai tukar rupiah yang saat ini memiliki deviasi sekitar Rp 891 per dollar AS dan asumsi harga ICP yang masih cenderung inline dengan asumsi US$ 82 per barel.

"Anggaran subsidi energi pada tahun 2024 ini diperkirakan akan berkisar Rp 200 triliun hingga Rp 200 triliun," ujar Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6).

Baca Juga: Sri Mulyani Sudah Bayarkan Subsidi Energi Rp 56,9 Triliun Hingga Mei 2024

Perhitungan Josua tersebut juga sejalan dengan realisasi belanja subsidi energi hingga Mei 2024 yang mencapai Rp 56,9 triliun, atau meningkat dibandingkan dengan posisi Mei 2023 sebesar Rp 54,24 triliun.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan di tengah pelemahan rupiah ini, pembengkakan anggaran subsidi energi pada tahun ini memang tidak akan terelakkan.

Hal ini dikarenakan alokasi subsidi energi terbesar ditujukan untuk bahan bakar minyak (BBM).

"Sudah pasti (ada pembengkakan), karena subsidi terbesarkan untuk BBM. BBM itu kan sebagian besar diimpor, dengan rupiah yang melemah maka harganya akan mahal sehingga itu akan membengkakan subsidi," ujar Fahmi kepada Kontan.co.id, Kamis (27/6).

Kendati begitu, Fahmi mengingat pemerintah agar tidak menaikkan BBM subsidi sampai akhir tahun nanti karena dikhatirkan bisa memicu inflasi sehingga harga-harga bahan pokok juga mengalami kenaikan.

"Ini berpotensi membahayakan juga bagi ekonomi Indonesia karena dalam waktu bersamaan kurs rupiah lemah ditambah inflasi akibat kenaikan harga BBM subsidi," jelasnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, anggaran subsidi energi, khususnya BBM memang sangat bergantung pada nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.

Baca Juga: Kemenkeu Tegaskan Belum Ada Pembahasan Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi

Oleh karena itu, ketika rupiah melemah maka anggaran subsidi energi bisa membengkak. Apalagi, kata Huda, nilai rupiah terhadap dolar AS saat ini sudah melenceng jauh dari asumsi APBN 2024.

"Dalam penentuan anggaran kan ada asumsi nilai tukar terhadap dolar AS. Asumsi yang digunakan di APBN 2024 adalah Rp 15.000 per dolar AS. Jadi sekarang sudah jauh angkanya dari asumsi APBN. Pembengkakan bisa mencapai 6% hingga 10% dari anggaran," terang Huda.

Selanjutnya: Rombak Jajaran Direksi, Bank Muamalat Angkat Hery Syafril Jadi Direktur Utama

Menarik Dibaca: Kulit Kusam? Ini 5 Penyebab Kulit Kusam dan Cara Mengatasinya dengan Tepat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×