Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah menggelontorkan anggaran untuk paket stimulus kebijakan ekonomi guna meminimalisir dampak Covid-19 terhadap perekonomian domestik.
Terperinci, anggaran penanganan tersebut terdiri dari stimulus I sebesar Rp 10,3 triliun, stimulus II sebesar Rp 22,9 triliun, serta terbaru stimulus III yang bahkan mencapai Rp 405,1 triliun.
Peneliti ekonomi senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menilai, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang besar untuk menangani wabah ini. Akan tetapi, lebih baik segera dicairkan dan diimplementasikan agar efeknya cepat terasa.
Baca Juga: Penambahan Rp 405 triliun di APBN untuk tangani Covid-19 belum mampu ungkit IHSG
"Yang paling harus segera dilakukan adalah yang berkait dengan penanganan wabah dan jaring pengaman sosial. Saya juga pikir dengan angka defisit yang bisa ke 5% dari PDB, ini sudah cukup," kata Eric kepada Kontan.co.id, Rabu (1/4).
Eric juga mewanti-wanti agar penggunaan anggaran ini terus diawasi, untuk meminimalisir adanya kemungkinan korupsi dan mark-up. Selain itu, anggaran ini juga perlu adanya evaluasi jujur dan transparan terkait mana yang capai target dan yang tidak.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi pada 2020 bisa menyentuh negatif 0,4%. Ini merupakan skenario terberat dampak dari wabah Covid-19 ini.
Namun, Eric melihat bahwa yang kemungkinan besar terjadi adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di kisaran 2,5% - 4,3%. Ia sendiri yakin Indonesia masih bisa tumbuh di 4,3% pada tahun ini.
Baca Juga: Anggaran Rp 405 triliun untuk tangani covid-19 harus cepat dieksekusi
Ia juga menekankan, Indonesia masih belum akan resesi meski memang pertumbuhan ekonominya melambat.
Eric pun menjelaskan resesi di negara-negara maju biasanya didefinisikan sebagai kondisi pertumbuhan ekonomi yang telah disesuaikan dengan faktor musiman (seasonally adjusted) yang negatif, minimal selama dua kuartal berturut-turut.
"Tapi itu untuk negara maju. Untuk Indonesia, kita tunggu saja data PDB seasonally adjusted kuartal I dan II tahun ini dan kita lihat pertumbuhannya apakah negatif. Namun, saya sendiri melihat Indonesia akan tumbuh melambat, tetapi tidak resesi," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News