Reporter: Agus Triyono | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk meningkatkan rasio jangkauan masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi memadai menghadapi masalah besar. Salah satu masalah, datang dari anggaran.
M. Natsir, Direktur Pengembangan Air Minum, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, berdasarkan perhitungan yang dimilikinya, untuk meningkatkan rasio jangkauan masyarakat terhadap layanan air bersih dan sanitasi yang baik, kebutuhan anggaran yang diperlukan mencapai Rp 254 triliun.
Tapi berdasarkan data yang dimilikinya, besaran anggaran yang digelontorkan dari APBN di Direktorat Jenderal Ciptakarya hanya Rp 33,9 triliun dan Direktorat Sumber Daya Air baru 18 triliun.
Natsir mengatakan, besaran anggaran yang digelontorkan tersebut masih minim. "Itu baru mencapai 20% dan masih ada gap 80% yang harus ditutup," kata Natsir, Selasa (26/5).
Natsir berharap, kekurangan dana tersebut bisa ditutup dari beberapa sumber. Salah satunya, dari APBD yang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) diharapkan bisa memberikan kontribusi sebesar 47%.
Kedua, Natsir berhatap kekurangan anggaran bisa ditutup dari dana hibah air minum. Menurutnya, saat ini ada hibah sebesar Rp 500 miliar yang berada di Kementerian Keuangan yang bisa digunakan untuk keperluan tersebut.
Ketiga, gap pendanaan juga diharapkan bisa ditutup dari penugasan pemerintah kepada BUMN.
Pemerintah dalam RPJMN 2014- 2019 menargetkan, rasio jangkauan masyarakat terhadap akses air minum pada kurun waktu lima tahun ke depan bisa mencapai 100%. Untuk mencapai target tersebut, Dedy Priatna, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas mengatakan pemerintah harus membangun banyak infrastruktur.
Misalnya, membangun sistem penyediaan air minum. Setidaknya, ada 13,4 juta sambungan rumah perkotaan dengan kapasitas 167. 680 liter per detik serta pembangunan sistem penyediaan air minum pedesaan sebanyak 5,4 juta sambungan.
Selain itu, pemerintah juga harus membangun sistem air limbah komunal di 227 kabupaten kota. Dedy berharap, selain dipenuhi dari dana APBN, kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mewujudkan target tersebut busa dipenuhi oleh BUMN dan swasta. Sebab, dana APBN tidak akan mencukupi untuk membiayai program tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News