kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Anggaran 2015 semestinya sejalan program Jokowi


Minggu, 24 Agustus 2014 / 13:02 WIB
Anggaran 2015 semestinya sejalan program Jokowi
ILUSTRASI. Kelompok negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) diyakini tak akan masuk ke jurang resesi. REUTERS/Lim Huey Teng/File Foto


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Presiden pemerintahan baru telah terpilih yaitu Joko Widodo (Jokowi). Hendaknya arah pembangunan infrastruktur dalam pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 pun mengarah pada visi misi Jokowi.

Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati berpendapat arah pembangunan infrastruktur dalam RAPBN 2015 memang harus dibuat sesuai dengan program prioritas Jokowi. Selama lima tahun mendatang, Indonesia akan dipimpin Jokowi sehingga semua program dan penggunaan anggaran menjadi pertanggungjawaban pemerintahan baru.

Kalau nantinya 25 proyek yang diberi dari pemerintahan lama tersebut tidak sesuai dengan prioritas Jokowi, adalah hak Jokowi untuk tidak membangun. "Ini harus benar-benar melalui pembahasan yang komprehensif. Melihat kemanfaatan proyek tersebut," ujar Enny, Sabtu (23/8) kemarin.

Menurut Enny, hendaknya Jokowi nanti lebih memprioritaskan pembangunan infrastruktur konektivitas yang efisien seperti pembangunan jalan raya ataupun jalan tol. Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang hingga sekarang ini masih belum terselesaikan persoalannya hendaknya dikaji ulang apakah butuh untuk dibangun.

Adapun, terdapat 25 proyek dengan nilai lebih dari Rp 300 triliun yang diberikan kepada pemerintahan baru untuk bisa dibangun. Salah satu dari 25 proyek tersebut adalah Pelabihan Cilamaya.

Pelabuhan yang memakan biaya Rp 14,9 triliun ini tadinya menjadi 15 proyek strategis yang mesti diselesaikan SBY dalam sisa dua bulan pemerintahannya. Namun karena bersifat pelik dan tidak bisa diputuskan maka dialihkan ke pemerintahan baru.

Persoalan Cilamaya berkaitan dengan PT Pertamina. Perusahaan pelat merah tersebut terancam tidak berproduksi karena pipa minyak Pertamina berada di lokasi pembangunan pelabuhan. Selama pembangunan pelabuhan Cilamaya yang diproyeksi memakan waktu 25 tahun, Pertamina menanggung hilangnya pendapatan hingga Rp 100 triliun.

Siapa yang akan menanggung kerugian Pertamina menjadi permasalahan. Perlu keputusan presiden untuk bisa menetapkan putusan, meskipun diproyeksikan akan ada keuntungan Rp 700 triliun apabila pelabuhan Cilamaya dibangun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×