Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Royal Standard Group yang dinyatakan pailit akibat gagal mencapai homologasi pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Setelah mengumpulkan tagihan para kreditur, proses kepailitan akan berlanjut dengan pemberesan aset.
Terkait pemberesan aset, sebagaimana ditentukan dalam UU 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kreditur pemegang jaminan (separatis) bisa langsung melaksanakan penjualan atas aset-aset debitur tanpa melalui kurator. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) jadi salah satu separatis yang sudah ambil ancang-ancang.
"Mengingat kami memiliki hak untuk menjual sendiri agunan debitur selama 60 hari setelah dinyatakan insolvensi, maka Mandiri akan melaksanakan haknya tersebut untuk memperoleh recovery kredit yang seoptimal mungkin," Departement Head Legal Litigation 2 Mandiri Sigit Yuniarso saat dihubungi KONTAN, Selasa (6/11).
Meski demikian Sigit tak bisa merinci apa aset-aset Royal yang digenggam Mandiri. Yang jelas dalam proses PKPU terdahulu, Mandiri punya tagihan senilai Rp 159,6 miliar, dengan perincian Rp 113,5 miliar merupakan tagihan separatis, dan Rp 46,1 miliar adalah tagihan konkuren (tanpa jaminan).
Sementara kurator kepailitan Royal Standard Pangeran Andrew Hutapea bilang, hal tersebut memang dapat dilakukan Mandiri. Meski demikian ia bilang, saat ini penetapan insolvensi kepada Royal belum diketuk Majelis Hakim.
"Kreditur pemegang hak memang memiliki kesempatan untuk menjual aset-aset debitur selama 60 hari nanti setelah ada penetapan insolvensi. Setelahnya mereka akan melaporkan ke kurator, hasilnya bagaimana. Kalau masih ada yang belum terjual nanti akan dibereskan kurator," ungkap Andrew kepada KONTAN.
Andrew menambahkan, saat ini tim kurator juga telah melakukan pengamanan terhadap aset-aset debitur. Niatnya agar aset-aset tersebut tak berpindah tangan. Sedangkan separatis lainnya, PT Bank OCBC Tbk (NISP) yang dalam PKPU terdahulu punya tagihan Rp 80 miliar ke Royal mengaku belum berencana melakukan eksekusi aset.
Kuasa hukum OCBC Hasbi Setiawan dari Kantor Hukum Yuhelson & Partners menyatakan, pihaknya masih fokus untuk mendaftarkan dalam kepailitan. Sebab, dalam verifikasi nilai tagihan yang didaftarkan belum diakui debitur
"Untuk rencana eksekusi, sampai saat ini kita belum menentukan. Karena masih fokus pendaftaran tagihan, nilai yang kita ajukan belum diakui debitur, masih ada selisih tambahan denda, dan bunga sejak PKPU sampai pailit yang sebenarnya bertambah," jelas Hasbi ke KONTAN.
Mengingatkan Royal Standard bersama tiga debitur lainnya yaitu, PT Jaya Smart Technology, Untung Sastrawijaya, dan Irma Halim jatuh pailit pada 27 Agustus 2018 lalu akibat tak mencapai perdamaian dalam proses PKPU yang dijalani sebelumnya.
Padahal, saat pemungutan suara atas rencana perdamaian mayoritas kreditur Royal menyetujui berdamai. Namun, belakangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank OCBC Tbk (NISP) mencabut suara menyetujui. Alasannya, rencana perdamaian yang diajukan Royal dinilai mereka tak menjamin pembayaran utang.
Sementara secara total, dalam proses PKPU terdahulu, nilai tagihannya mencapai Rp 1,25 triliun. Selain Mandiri dan OCBC, kelompok separatis disisi oleh Molucca dengan nilai tagihan Rp 721,4 miliar, PT Bank Danamon Indah Tbk (BDMN) yang memegang tagihan Rp 4,1 miliar, dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang punya tagihan senilai Rp 600 juta. Sisanya berasal dari 19 kreditur konkuren (tanpa jaminan) senilai Rp 185,4 miliar.
Sekadar informasi, Royal merupakan perusahaan yang bergerak di bidang commercial printing. Salah satu mereknya yang terkenal luas adalah amplop dan buku dengan merek Jaya. Sementara Jaya Smart merupakan satu dari tiga perusahaan yang mencetak kartu kredit Visa dan Mastercard di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News